Jumat 01 Sep 2023 05:15 WIB

Uni Eropa Desak Semua Pihak di Gabon untuk Menahan Diri

Uni Eropa menolak perebutan kekuasaan secara paksa di Gabon.

Militer Gabon melakukan kudeta pada Rabu (30/8/2023) dan membatalkan hasil pemilihan presiden. Militer berupaya menyingkirkan presiden yang telah memegang kekuasaan selama 55 tahun.
Foto: AP
Militer Gabon melakukan kudeta pada Rabu (30/8/2023) dan membatalkan hasil pemilihan presiden. Militer berupaya menyingkirkan presiden yang telah memegang kekuasaan selama 55 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Uni Eropa mendesak semua pihak di Gabon untuk menahan diri. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell mengatakan, Uni Eropa menolak perebutan kekuasaan secara paksa di Gabon.

 

Junta militer pada Rabu (30/8/2023) telah merebut kekuasaan dan menjadikan Presiden Ali Bongo sebagai tahanan rumah. Militer membatalkan hasil pemilu yang akan memperpanjang masa jabatan ketiga Bongo.  Ini adalah kudeta militer kedelapan di Afrika Barat dan Tengah sejak 2020.

 

“Tantangan yang dihadapi Gabon harus diselesaikan sesuai dengan prinsip supremasi hukum, tatanan konstitusional, dan demokrasi. Perdamaian dan kemakmuran negara, serta stabilitas regional, bergantung pada hal ini," ujar Borrell.

 

Borrell menambahkan, Uni Eropa  mempunyai keprihatinan serius mengenai cara pemilihan presiden sebelum kudeta diorganisir dan dilaksanakan. Borrell mengatakan, pemilu Gabon telah diganggu oleh penyimpangan.

 

“Ada kudeta militer dan kudeta institusional, di mana Anda tidak perlu mengangkat senjata, tetapi jika saya mencurangi pemilu untuk merebut kekuasaan, itu juga merupakan cara yang tidak biasa untuk melakukannya,” ujar Borrell.

 

Presiden Bongo meminta tolong kepada seluruh negara-negara mitra untuk bertindak setelah militer melakukan kudeta di negara kaya minyak di Afrika tengah itu. Setelah militer resmi mengumumkan kudeta, Bongo dan keluarganya ditahan.

 

“Saya mengirimkan pesan kepada semua teman-teman di seluruh dunia untuk memberitahu mereka agar bertindak. Orang-orang di sini menangkap saya dan keluarga saya,” kata Bongo dalam sebuah video dalam bahasa Inggris.

 

Keluarga Bongo secara turun temurun telah memerintah Gabon selama lebih dari 55 tahun. Bongo ditempatkan sebagai tahanan rumah dan salah satu putranya ditangkap karena pengkhianatan. Dalam video itu, Bongo terlihat khawatir. Dia mengatakan putranya berada di satu lokasi, sementara istrinya ada di tempat lainnya.

 

“Saya di kediaman dan tidak terjadi apa-apa, saya tidak tahu apa yang terjadi, saya memanggil Anda untuk bertindak," ujar Bongo, dilaporkan Al Arabiya, Rabu (30/8/2023).

 

Sebelumnya, seorang pemimpin militer mengatakan, putra Bongo dan penasihat dekatnya Noureddin Bongo Valentin, kepala stafnya Ian Ghislain Ngoulou serta wakilnya, dua penasihat presiden lainnya dan dua pejabat tinggi di Partai Demokrat Gabon (PDG) yang berkuasa telah ditangkap.Mereka dituduh melakukan makar, penggelapan, korupsi dan memalsukan tanda tangan presiden, serta tuduhan lainnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement