Senin 04 Sep 2023 06:35 WIB

Legislator PKS Tolak Wacana Pertalite Diganti Pertamax Green 92, Ini Alasannya

Sangat aneh bila tiba-tiba beredar wacana penggantian BBM murah.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto.
Foto: Dok. DPR
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana mengganti BBM Pertalite ke Pertamax Green 92 pada awal 2024, mendapat reaksi beragam dari sejumlah kalangan. Salah satunya, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, yang menolak wacana tersebut.

Ia menilai, hal itu masih perlu dikaji karena terkait teknis, keekonomian, subsidi, dan distribusi. Apalagi, ia menekankan, sampai saat ini DPR dan pemerintah belum pernah membicarakan wacana tersebut.

Karena itu, Mulyanto merasa, sangat aneh bila tiba-tiba beredar wacana penggantian BBM murah bagi masyarakat. "Saya hadir dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI dengan Dirut Pertamina dan jajaran. Dalam RDP (30/8) tidak ada pembahasan kebijakan mengganti BBM jenis Pertalite dengan Pertamax Green 92," katanya.

Mulyanto lantas menerangkan, Pertamina hanya menyampaikan kajian peningkatan produksi dan distribusi Pertamax Green 95 dan Pertamax Green 92. Lalu, implementasi Pertamax green 92 sendiri masih memerlukan waktu.

Banyak aspek yang harus diperjelas dan dimantapkan, termasuk volume dan sumber etanol, serta insentif impor yang dibutuhkan. Belum lagi, ia menekankan, posisi Pertamina cuma operator, bukan regulator.

"Pertamina tidak memiliki kewenangan untuk merumuskan, membahas dan menetapkan kebijakan terkait subsidi BBM, paling-paling Pertamina hanya memberi usul atau masukan kepada Pemerintah atau Komisi VII DPR RI," ujar Mulyanto.

Ditegaskan, masukan kebijakan dari Pertamina itu bisa diterima atau ditolak, tergantung perspektif pembentuk kebijakan. Dari asumsi makro APBN 2024, tidak ada pembicaraan soal penghapusan Pertalite.

Sebelumnya, RDP Komisi VII DPR RI-Dirut Pertamina dan jajaran membahas bisnis internasional Pertamina dan Pertamax Green 95. Lalu, distribusi gas melon tiga kilogram dan perkembangan akuisisi atas Blok Masela.

Dalam RDP tersebut, tidak dibuat kesimpulan rapat, hanya catatan rapat. Khususnya, terkait prognosis penyerapan gas melon tiga kilogram pada 2023, yang mana sedikit over kuota sebesar 0,28 juta metrik ton.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
سَيَقُوْلُ الْمُخَلَّفُوْنَ اِذَا انْطَلَقْتُمْ اِلٰى مَغَانِمَ لِتَأْخُذُوْهَا ذَرُوْنَا نَتَّبِعْكُمْ ۚ يُرِيْدُوْنَ اَنْ يُّبَدِّلُوْا كَلٰمَ اللّٰهِ ۗ قُلْ لَّنْ تَتَّبِعُوْنَا كَذٰلِكُمْ قَالَ اللّٰهُ مِنْ قَبْلُ ۖفَسَيَقُوْلُوْنَ بَلْ تَحْسُدُوْنَنَا ۗ بَلْ كَانُوْا لَا يَفْقَهُوْنَ اِلَّا قَلِيْلًا
Apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan, orang-orang Badui yang tertinggal itu akan berkata, “Biarkanlah kami mengikuti kamu.” Mereka hendak mengubah janji Allah. Katakanlah, “Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami. Demikianlah yang telah ditetapkan Allah sejak semula.” Maka mereka akan berkata, “Sebenarnya kamu dengki kepada kami.” Padahal mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.

(QS. Al-Fath ayat 15)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement