REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI, Diah Nurwitasari, mengkritisi wacana Pertamina menghapus Pertalite. Apalagi, Pertalite ingin diganti Pertamax Green 92 atau Pertamax Green 95 yang harganya jauh lebih mahal.
Politikus PKS ini meminta Pertamina lebih hati-hati jika ingin melakukan kebijakan seperti itu. Artinya, Pertamina harus bisa mendalami kembali sebelum melempar wacana yang bisa menimbulkan gejolak di masyarakat.
"Harus didalami lagi karena ini merupakan salah satu kebutuhan penting masyarakat," kata Diah, Senin (4/9/2023).
Ia mengingatkan, keinginan menjaga lingkungan perlu disinergikan dengan kebijakan terkait aktivitas ekonomi masyarakat Indonesia. Jangan sampai mencederai kebijakan lain atau merugikan dan menyengsarakan rakyat.
Dalam konteks ini, Diah menekankan, sesuatu yang sifatnya positif ke emisi harus disesuaikan pula dengan realitas di lapangan. Diah turut menyoroti produksi Pertamina dari sumur-sumur yang ada di luar negeri.
Ia menyampaikan apresiasi atas prestasi yang baik tersebut. Namun, Diah berpendapat, Pertamina dengan kapasitas perusahaan seperti saat ini tampaknya masih tidak cukup bila hanya berada di Indonesia.
Terkait wacana Pertamax Green 95 oleh Pertamina, Diah menyoroti sumber dari bioetanol yang seharusnya mudah didapatkan di Indonesia. Maka itu, ia mendorong Pertamina lebih menggandeng perusahaan-perusahaan nasional.
"Seharusnya memang menjadi pemicu untuk ke depan perbaikan perkebunan tebu kita," ujar Diah.