REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal segera memeriksa Dito Mahendra terkait kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi. Lembaga antirasuah ini akan berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk melaksanakan pemeriksaan tersebut.
Sebagai informasi, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah membawa tersangka kepemilikan senjata api ilegal Dito Mahendra ke Mabes Polri, Jakarta, usai ditangkap di wilayah Bali, Jumat (8/9/2023). Dito tiba di Bareskrim Polri sekitar pukul 15.47 WIB setelah menempuh perjalanan dari Bali ke Jakarta dengan pengawalan penyidik Dittipidum Bareskrim Polri.
"Kami akan berkoordinasi dengan Bareskrim Polri, untuk meminta keterangan saudara Dito Mahendra terkait perkara yang sedang kami tangani," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur kepada wartawan, Sabtu (9/9/2023).
Asep belum menjelaskan lebih rinci mengenai pemeriksaan itu. Namun, Dito merupakan salah satu saksi dalam kasus TPPU Nurhadi yang tengah diusut KPK. Ia pun telah dicegah bepergian ke luar negeri.
Diketahui, KPK telah enam kali memanggil Dito. Terakhir, pada Kamis (6/4/2023). Namun, dia mangkir dari pemeriksaan itu. Lalu, pada Jumat (31/3/2023) Dito juga tidak memenuhi panggilan penyidik.
Sebelumnya, KPK juga sudah memeriksa kekasih Nindy Ayunda ini pada Senin (6/2/2023). Saat itu, dia diminta menjelaskan soal aliran dana dan pembelian sejumlah aset dalam kasus TPPU Nurhadi.
Kemudian, dia dipanggil pada Kamis (5/1/2023). Namun, Dito mangkir dari pemanggilan itu. Lalu, KPK juga sudah memanggil Dito pada tanggal 8 November 2022 dan 21 Desember 2022. Tetapi, ia tidak hadir.
Sebagai informasi, kasus dugaan TPPU ini merupakan pengembangan dari kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA pada 2011-2016 yang menjerat Nurhadi bersama Rezky Herbiyono dari pihak swasta atau menantu Nurhadi dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Pada Kamis (6/1/2022), KPK telah mengeksekusi Nurhadi dan menantunya ke Lapas Sukamiskin, Bandung. Eksekusi itu berdasarkan putusan MA RI Nomor: 4147 K/Pid.Sus/2021 tanggal 24 Desember 2021 jo putusan Pengadilan Tipikor pada PT DKI Jakarta Nomor: 12/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI tanggal 28 Juni 2021 jo Putusan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat Nomor: 45/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 10 Maret 2021.
Nurhadi dan menantunya menjalani pidana penjara selama 6 tahun. Keduanya juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Nurhadi dan Rezky Herbiyono berdasarkan putusan kasasi MA pada 24 Desember 2021 dinyatakan terbukti menerima suap sejumlah Rp 35,726 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp 13,787 miliar.