REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ayah Nabi Muhammad ﷺ, Abdullah memiliki pancaran sinar di bagian dahi. Namun pancaran tersebut berpindah pada istrinya, Aminah saat dia mengandung Nabi Muhammad ﷺ.
Seperti dikutip dari Ringkasan Sejarah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, Abdullah adalah putra Abdul Mutthalib yang paling ia cintai. Setelah dia dewasa, dan tampak pada keningnya pancaran-pancaran sinar yang tidak dijumpai pada orang lain. Ketika Abdullah telah beranjak dewasa, ayahandanya memilihkannya seorang gadis dari Bani Zuhrah yang bernama Aminah binti Wahab lalu menikahkan keduanya.
Setelah pernikahan itu, kilatan cahaya yang memancar dari dahinya hilang dan pindah menetap di dalam perut Aminah.
Abdullah telah menjalankan tugas dalam mengarungi bahtera kehidupan ini, dan setelah tiga bulan dari kehamilan Aminah yang mengandung Rasulullah ﷺ, Abdullah keluar kota bersama rombongan dagang ke negeri Syam. Dalam perjalan pulang, ia menderita sakit keras sehingga ia menetap di Madinah dengan paman-pamannya dari Bani Najjar. Di sinilah, akhirnya ajal menjemputnya dan di sini pula ia dikebumikan.
Masa-masa kehamilan telah usai, hari melahirkan telah tampak. Namun, Aminah tidak merasakan sakit yang biasa dirasakan oleh para Wanita ketika melahirkan. Menjelang fajar, tepatnya pada hari senin tanggal 12 Rabi'ul Awwal 571 M, yang bertepatan dengan tahun gajah, Aminah pun melahirkan anaknya.
Ketika itu, adat kebiasaan bangsa Arab adalah mencarikan untuk bayi-bayi mereka para wanita pedalaman yang mau menyusui mereka agar badan mereka bisa tumbuh secara normal. Pada saat kelahiran Muhammad ﷺ, sekelompok orang dari kampung Bani Sa'ad tiba di Mekkah untuk tujuan ini. Kaum wanita mereka berkeliling ke rumah-rumah, namun mereka semua perpaling dari Muhammad, karena keyatiman dan kefakirannya.
Dan salah satu dari mereka bernama Halimah as-Sa'diyyah. Pada mulanya Halimah juga berpaling sebagaimana yang lainnya. Akan tetapi setelah ia mengelilingi beberapa rumah, ternyata ia tidak mendapatkan yang dicari, dan tidak menjumpai bayi yang akan dibawa untuk disusui agar upahnya dapat meringankan kesulitan dan kerasnya kehidupan, khususnya pada tahun paceklik saat itu. Akhirnya ia berfikir untuk kembali ke rumah Aminah dan rela menerima anak yatim dan upah sedikit.