REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kanselir Jerman Olaf Scholz menyatakan bahwa Jerman mendukung reformasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang sesuai dengan kondisi dan tantangan global saat ini.
Saat menyampaikan pidatonya dalam sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB di New York, AS, Selasa (19/9/2023), Scholz mengatakan bahwa komposisi Dewan Keamanan saat ini adalah contoh paling jelas bahwa organisasi tersebut tidak mewakili realitas dunia yang multipolar.
Dewan Keamanan PBB terdiri atas 15 negara. Lima negara di antaranya merupakan anggota tetap, yakni Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, Cina, dan Rusia.
Para anggota tetap ini memiliki wewenang lebih besar, yakni hak veto yang memungkinkan mereka mencegah atau membatalkan adopsi resolusi Dewan Keamanan. Dengan kata lain, jika ada satu saja anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang menolak maka keputusan tidak bisa dibuat.
Sementara, 10 negara lainnya adalah anggota bergilir atau tidak tetap. Anggota tidak tetap memiliki periode keanggotaan dua tahun.
“Tentunya Afrika pantas mendapatkan keterwakilan yang lebih besar, demikian juga dengan Asia dan Amerika Latin,” ujar Scholz dalam transkrip resmi yang dirilis PBB melalui situs webnya.
Reformasi Dewan Keamanan PBB merupakan wacana yang sudah bergulir cukup lama. Salah satu negara yang kerap menyerukan reformasi itu adalah Rusia.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada Juli lalu mengatakan bahwa DK PBB harus direformasi sesuai dengan realitas yang ada. Menurut dia, dominasi negara-negara Barat pada badan tersebut harus diseimbangkan.
Lavrov menyatakan bahwa Moskow akan berupaya untuk memperluas keanggotaan DK PBB guna memberikan lebih banyak perwakilan kepada negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Dalam pembukaan Sidang Majelis Umum PBB, Selasa (19/9), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menyampaikan kebutuhan untuk mereformasi DK PBB yang mencerminkan realitas dunia saat ini.
“Reformasi adalah pertanyaan soal kekuasaan. Saya tahu, ada banyak kepentingan dan agenda yang saling bersaing. Namun, alternatifnya adalah reformasi, bukan status quo. Alternatif di luar reformasi adalah fragmentasi yang kian jauh. Reformasi atau perpecahan,” katanya.
Dia menambahkan, mereformasi Dewan Keamanan juga berarti mendesain ulang arsitektur keuangan internasional yang universal dan berfungsi sebagai jaring pengaman global bagi negara-negara berkembang yang sedang dalam kesulitan.