REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mayoritas warganet merasa kecewa dengan sikap pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya kenaikan harga beras. Hal ini tergambar dalam riset yang dilakukan Continuum Indef pada 6-19 September 2023.
Peneliti Big Data Continuum Indef Muhammad Syamil Iklil mengatakan riset yang berlangsung sekitar dua pekan itu melibatkan 22.285 akun media sosial (nonpendengung) dengan 27 ribu perbincangan. Hasilnya, ucap Syamil, warganet menyebut pemerintah gagal menjaga stabilitas harga beras.
"Sebesar 90,5 persen masyarakat mengeluhkan kenaikan harga beras," ujar Tauhid dalam diskusi publik yang bertajuk "Waspada Bola Panas Harga Beras" di Jakarta, Jumat (22/9/2023).
Syamil menyampaikan kenaikan harga beras yang mencapai rekor tertinggi menjadi perbincangan yang cukup dominan. Warganet, lanjut Syamil, menilai pemerintah selalu mengambil jalan pintas dengan impor tanpa memikirkan solusi jangka panjang.
"Warganet sampaikan kenaikan harga beras akibat subsidi pupuk yang dikurangi dan dinilai bentuk abai pemerintah terhadap para petani," ucap Syamil.
Sementara, lanjut Syamil, terdapat warganet yang masih menaruh optimisme pada pemerintah dengan ketersediaan stok beras di Gudang Bulog. Syamil menyebut warganet yang mendukung pemerintah menilai kenaikan harga beras juga akan menguntungkan petani.
"Opini masyarakat yang mendukung pemerintah juga mengatakan beras impor yang tidak terpakai itu bisa buat keluarga yang tidak mampu," sambung dia.
Syamil menyampaikan terdapat sejumlah tokoh publik yang menjadi sorotan dalam isu kenaikan harga beras. Nama-nama seperti Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Ganjar Pranowo, Dirut Bulog Budi Waseso, dan Rizal Ramli menjadi yang paling banyak diperbincangkan.
"Kritik Rizal Ramli yang mengatakan pemerintah doyan impor dan tak perhatikan nasib petani mendapat simpati warganet. Jadi banyak yang tidak puas, begitu ada tokoh publik kritik yang sependapat langsung diikuti," kata Syamil.