Selasa 26 Sep 2023 16:57 WIB

Penerbitan HPL Setneg di Lahan GBK Dinilai Bermasalah Sejak Awal

HPL baru bisa diterbitkan di atas tanah bebas.

Mobil melintas di depan Hotel Sultan di Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Mobil melintas di depan Hotel Sultan di Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sengketa status tanah hak guna bangunan (HGB) Hotel Sultan yang dimiliki PT Indobuildco di atas hak pengelolaan lahan (HPL) atas nama Sekretariat Negara (Setneg) masih terus bergulir. Bahkan, direncanakan bakal dilakukan eksekusi pengosongan lahan oleh pemerintah terhadap hotel tersebut.

Pakar hukum tata negara Andi Muhammad Asrun mengatakan, sebelum lebih jauh membahas implikasi hukum berkaitan dengan dengan status HGB yang dimiliki PT Indobuildco dan HPL yang dimiliki setneg, perlu terlebih dulu dirunut sejarah terbitnya dua pengesahan hak atas tanah di lokasi yang sama tersebut. "HPL itu ada setelah HGB, itu faktanya," tegas Asrun dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Selasa (26/9/2023).

Dari sana, dia melihat, penerbitan HPL itu dinilianya bermasalah sejak awal. Karena, menurutnya, HPL baru bisa diterbitkan di atas tanah bebas.

"Artinya, kalau di situ ada hak lain entah itu HGB atau apa, harus dibebaskan dulu baru bisa diterbitkan HPL," jelas dia.

Terpisah, pakar hukum tata negara Margarito Kamis menjelaskan hal senada. Menurut dia, pemerintah harus menegaskan dulu perihal latar belakang terbitnya HPL.

"Pertanyaannya, bagaimana HPL itu bisa diberikan? Apakah pemegang HPL itu sudah melakukan pembebasan terhadap PT Indobuildco sebagai pemegang HGB yang sudah terlebih dahulu terbit?" katanya.

Penegasan itu perlu dilakukan lantaran itu berkaitan erat dengan penegakan hak masing-masing pemegang hak tanah di kemudian hari.

Ia kemudian menyinggung perihal narasi perintah pengosongan Hotel Sultan oleh PT Indobuildco yang disampaikan pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Bila prosedur terbitnya HPL di masa lalu bermasalah, lanjut Margarito, maka pemegang HPL itu tak punya hak untuk melakukan gugatan.

"Perintah pengosongan itu nggak bisa dilakukan karena dasar hukumnya tidak ada," tegas dia.

Belum lagi, argumen perintah pengadilan yang disebutkan pemerintah, menurutnya, juga tak berdasar lantaran tak ada pernyataan jelas atau esplisit yang memerintahkan adanya pengosongan.

"Nggak ada perintah eksplisit yang menyebutkan itu harus dikosongkan," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement