REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pada 5 Juni, Lee Min-so menggambarkan dalam buku hariannya ketakutan yang menguasai tubuhnya saat memasuki ruang kelas untuk mengajar. "Dadaku terasa terlalu sesak. Aku merasa seperti akan jatuh di suatu tempat. Aku bahkan tidak tahu di mana aku berada."
Dua hari sebelumnya, guru sekolah dasar tersebut menulis bahwa dia begitu terbebani oleh pekerjaannya sehingga ingin berhenti. Dua minggu kemudian, ia ditemukan telah meninggal di kelas oleh rekan-rekannya. Dia telah mengambil nyawanya sendiri.
Sepupu Min-so, Park Du-yong, berjuang untuk tidak menangis saat dia membereskan apartemen kecilnya yang kosong. Tempat tidurnya belum dirapikan dan di sampingnya terdapat setumpuk gambar siswa kelas satu, yang menceritakan betapa mereka mencintainya. Di bawahnya ada setumpuk buku perpustakaan tentang cara mengatasi depresi.
Park mengatakan sepupunya telah mengajar selama kurang lebih setahun, mewujudkan impian masa kecilnya dengan mengikuti profesi ibunya. Dia memuja anak-anak.
Pada hari-hari setelah kematian sepupunya, Park menjadi detektif karena polisi menduga aksi bunuh diri tersebut disebabkan putus cinta. Tetapi, ia menemukan fakta lain lewat ratusan entri buku harian, catatan pekerjaan, dan pesan teks.
Mereka mengungkapkan bahwa beberapa bulan menjelang bunuh diri, Min-so telah dihujani keluhan dari para orang tua siswa. Baru-baru ini, salah satu muridnya telah melukai kepala anak lainnya dengan pensil, dan dia terlibat dalam konflik tersebut.
Tragedi tewasnya guru karena tekanan dari orang tua siswa telah memicu gelombang kemarahan dari para guru sekolah dasar di seluruh Korea Selatan (Korsel). Puluhan ribu orang melakukan mogok kerja menuntut perlindungan yang lebih baik di tempat kerja.
Guru di Korsel dilecehkan oleh orang tua siswa....