REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Polisi menahan sedikitnya 67 orang pada Selasa (3/10/2023) dalam operasi penyisiran yang menargetkan orang-orang yang diduga memiliki hubungan dengan militan Kurdi. Penangkapan ini berlangsung beberapa hari setelah serangan bom bunuh diri di ibu kota Turki.
Menteri Dalam Negeri Turki, Ali Yerlikaya mengatakan, polisi melakukan penggerebekan di 16 provinsi di Turki, dan menahan 55 orang yang dicurigai menjadi bagian dari struktur intelijen Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang dilarang. Setidaknya 12 tersangka anggota PKK lainnya ditangkap dalam operasi terpisah di lima provinsi.
PKK telah memimpin pemberontakan selama puluhan tahun di Turki dan dianggap sebagai organisasi teror oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa. Puluhan ribu orang tewas sejak dimulainya konflik pada 1984.
Pada Ahad (1/10/2023) seorang pembom bunuh diri meledakkan alat peledak di dekat pintu masuk Kementerian Dalam Negeri, beberapa jam sebelum Presiden Recep Tayyip Erdogan dijadwalkan berpidato di depan parlemen saat parlemen kembali dari reses musim panas. Calon pembom kedua tewas dalam baku tembak dengan polisi.
Dua petugas polisi terluka ringan dalam serangan itu. Para tersangka tiba di lokasi kejadian dengan menggunakan kendaraan yang mereka sita dari seorang dokter hewan di Kayseri, Turki tengah, setelah menembak kepalanya.
PKK mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Sementara pihak berwenang Turki mengidentifikasi salah satu penyerangnya sebagai militan PKK. Beberapa jam kemudian, Angkatan Udara Turki melancarkan serangan udara terhadap lokasi yang diduga milik PKK di Irak utara, yang merupakan basis kepemimpinan kelompok tersebut.
Kementerian Pertahanan mengatakan sejumlah besar militan PKK dilumpuhkan dalam serangan tersebut. Yerlikaya tidak menjelaskan apakah orang-orang yang ditangkap pada Selasa diduga terlibat langsung dalam serangan pemboman itu.