REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf Macan Effendi, menilai, Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 belum mengatur pemberian sanksi tegas atas pelanggaran. Sebab itu, dia mendukung adanya revisi Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) itu.
"Aturan di Permendikbud sekarang lemah dalam implementasi di sekolah. Menurut saya Permendikbud itu harus menyepakati tentang edukatif disiplin. Jadi penegakan disiplin secara edukatif,” ujar Dede dalam keterangannya, Rabu (4/10/2023).
Di samping itu, Dede melihat, peran guru berubah seiring dengan perkembangan zaman. Tidak seperti masa lampau, di mana guru bisa tegas memberi sanksi kepada murid. Kini, kata dia, guru hanya bisa berfokus pada pengajaran akademik dan konseling.
Karena berbagai alasan dan faktor, termasuk urusan hak asasi manusia (HAM), guru kini terkesan mengabaikan kenakalan siswa. Dede menyebutkan, banyak guru enggan memberikan sanksi disiplin kepada siswa karena takut dilaporkan ke pihak berwajib oleh orang tua murid.
“Guru atau kepala sekolah umumnya takut melakukan pendisiplinan karena khawatir diadukan ke penegak hukum dan guru tidak pernah belajar cara melakukan sanksi fisik yang benar. Akhirnya, guru memilih untuk lepas tangan kalau ada masalah karena sering terjadi justru guru yang akhirnya berurusan dengan hukum,” tutur dia.
Beberapa waktu belakangan laporan kejadian kekerasan di sekolahan maupun yang dilakukan siswa-siswi sekolah terus bermunculan. Hal ini memunculkan pertanyaan soal langkah Kemendikbudristek yang menjanjikan penanganan atas hal tersebut.
Menyikapi hal itu, Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) dianggap belum efektif lantaran kasus perundungan masih terus bermunculan. Menyikapi pandangan tersebut, Inspektur Jenderal Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang, menyatakan, penerapan aturan tersebut memerlukan waktu.
“Penerapan Permendikbudristek Nomor 46 tahun 2023 sebagaimana peraturan-peraturan lainnya pasti memerlukan waktu. Namun kita harus tetap memastikan bagaimana kekerasan yang terjadi tetap ditangani dengan berpihak kepada korban,” ujar Chatarina kepada Republika, Selasa (3/10/2023) malam.
Dia menjelaskan Permendikbudristek PPKSP baru diundangkan pada 4 Agustus 2023 lalu. Saat ini, sebagai proses yang tengah berjalan, beberapa pemerintah daerah sedang menyusun tim di tingkat daerah dan sekolah. Menurut Chatarina, Kemendikbudristek akan melakukan fasilitasi untuk membantu kelancaran proses tersebut.
“Jika ada kekerasan terjadi sebelum tim satuan tugas terbentuk, maka kami tetap memastikan kasus kekerasannya ditangani sesuai Permendikbudristek Nomor 46 tahun 2023 dengan membentuk tim ad hoc. Hal tersebut sudah diatur juga dalam aturan itu,” jelas dia.
Chatarina juga menerangkan, untuk kasus-kasus yang dilaporkan atau yang muncul di media, biasanya pihaknya langsung mengoordinasikan ke unit pelayanan teknis (UPT) Kemendikbudristek dan Dinas Pendidikan setempat. Terkait kasus-kasus yang terjadi belakangan ini, timnya tengah menunggu hasil pantauan UPT setempat.
“Tujuannya untuk memastikan hak pendidikan anak terpenuhi dan proses pembelajaran berjalan aman kembali,” kata Chatarina.