Kamis 05 Oct 2023 16:55 WIB

PM Pashinyan Sebut Pengunduran Dirinya tak akan Selesaikan Masalah Armenia

Azerbaijan merebut wilayah Nagorno-Karabakh dari Armenia.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan.
Foto: AP/Vyacheslav Prokofyev/Pool Sputnik Kremlin
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan.

REPUBLIKA.CO.ID, YEREVAN --- Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan, yang negaranya terlibat negosiasi perang dengan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh, mengatakan pada Rabu (4/10/2023) ia bisa saja mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri bila seketika itu dapat menyelesaikan masalah-masalah di Armenia. 

Namun, ia percaya hal tersebut hanya akan membuat keadaan menjadi lebih buruk. Pernyataan itu diarahkan kepada seorang anggota parlemen dari pihak oposisi yang menuntut dirinya mundur. Hal itu disampaikan melihat Armenia mendapat tekanan yang meningkat dalam perang dengan Azerbaijan.

Baca Juga

Kelompok oposisi melihat Yerevan tak bisa berbuat apa-apa sejak negara tetangga Armenia, Azerbaijan, mengambil alih kendali atas wilayah Nagorno-Karabakh yang berpenduduk etnis Armenia bulan lalu. Sejak saat itu, lebih dari 100 ribu orang etnis Armenia mengungsi.

Sebagian besar penduduk Karabakh telah melarikan diri dan mencari perlindungan di Armenia, sebuah negara yang hanya berpenduduk 2,8 juta jiwa. Sementara, Pashinyan, yang berkuasa sejak 2018, mengatakan bahwa Armenia siap menampung mereka.

"Saya akan mengatakannya secara langsung: Jika saya tahu bahwa, misalnya, dengan pengunduran diri atau pencopotan saya, semua tantangan ini akan terselesaikan, saya akan melakukannya pada detik berikutnya karena, tidak seperti Anda, saya tidak bergantung dan tidak pernah bergantung pada kursi saya," kantor berita negara Armenpress mengutipnya.

"Tapi, semua analisis saya menunjukkan bahwa ini akan mengarah pada hasil yang berlawanan. Dan ini juga alasan mengapa hal itu tidak terjadi," ujarnya.

 

Para pengunjuk rasa menyerukan agar Pashinyan berhenti dari jabatannya karena nasib Nagorno-Karabakh yang diambil oleh Azerbaijan. Pihak oposisi dan sebagian besar orang Armenia menganggap situasi ini sebagai tragedi nasional yang memaksa banyak etnis Armenia meninggalkan tanah leluhur.

Wilayah ini diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan. Tetapi, mayoritas etnis Armenia telah menikmati kemerdekaan de facto sejak memisahkan diri dalam perang di tahun 1990-an setelah runtuhnya Uni Soviet. 

Pashinyan mengatakan sebelumnya bahwa ia akan menghadiri pembicaraan yang ditengahi oleh Uni Eropa di Spanyol pada hari Kamis (5/10/2023) meskipun Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev telah menarik diri, menurut media Pemerintah Azerbaijan.

Kedua negara bertetangga ini telah berperang dalam dua perang atas Karabakh dalam 30 tahun terakhir. Sementara, upaya-upaya negosiasi perdamaian yang dilakukan oleh Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Rusia masih belum berhasil meyakinkan mereka untuk menandatangani perjanjian damai. 

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement