REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Ratusan Muslim Kenya berunjuk rasa di Mahkamah Agung Kenya pada Jumat (6/10/2023) sebagai protes terhadap keputusan baru-baru ini yang menjunjung hak kelompok LGBTQ untuk berserikat dan membentuk organisasi non-pemerintah (LSM).
Seperti dilansir DW, Sabtu (07/10/2023), umat Muslim membawa plakat yang bertuliskan kecaman “neo-kolonialis” dan amoralitas homoseksualitas. Mereka menuntut tiga hakim yang menegaskan hak komunitas LGBTQ untuk berserikat segera mengundurkan diri dan bertobat.
Bulan lalu, ketiga hakim itu memutuskan Dewan Organisasi Non-Pemerintah Kenya telah melakukan diskriminasi terhadap kelompok LGBTQ dengan tidak mengizinkan mereka mendaftarkan hubungan mereka dengan badan tersebut. Dua hakim lainnya berbeda pendapat dan mengatakan tidak boleh ada diskriminasi karena hubungan sesama jenis adalah ilegal di Kenya.
Keputusan tersebut, yang oleh para penentangnya disebut berbahaya, telah membuat marah kelompok yang menentang LGBTQ. Presiden Kenya William Ruto mengakui bahwa hukum, budaya, dan agama di negaranya tidak mengizinkan hubungan sesama jenis, namun ia mengatakan ia menghormati keputusan Mahkamah Agung.
Namun, Anggota Parlemen Mohamed Ali mengklaim pengadilan telah gagal mengakui bahwa Kenya adalah negara religius. “Islam dan Kristen menentang hubungan sesama jenis. Konstitusi negara kami tidak mengakui pernikahan sesama jenis," kata Ali.
Undang-undang era kolonial di Kenya melarang seks sesama jenis. Meskipun hukuman dan pemenjaraan jarang terjadi, aktivis pro-LGBTQ mengatakan undang-undang tersebut melanggengkan stigmatisasi hubungan sesama jenis serta melucuti martabat dan hak masyarakat atas layanan kesehatan dan keadilan. Komisi independen Hak Asasi Manusia Kenya (KHRC) mengatakan protes pada Jumat adalah bagian dari kampanye kebencian.
“Kami mengambil kesempatan ini untuk mengecam dengan tegas semua kegiatan jahat yang dilakukan sebelumnya dan yang sedang berlangsung yang terus mengekspos hak-hak komunitas ini atas hidup, keamanan, dan martabat,” kata kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan.
Pengunjuk rasa anti-LGBTQ mengatakan mereka juga berencana melakukan unjuk rasa ke parlemen Kenya untuk mendukung rancangan undang-undang yang mengusulkan kriminalisasi lebih lanjut terhadap hubungan sesama jenis dan hukuman penjara hingga 50 tahun dalam kasus-kasus tertentu.
Anggota parlemen Peter Kaluma mengajukan undang-undang tersebut serupa dengan yang disahkan di negara tetangga Uganda pada Mei. Meskipun homoseksualitas adalah ilegal di sebagian besar negara Afrika Timur, undang-undang anti-LGBTQ baru di Uganda sangat keras dengan menerapkan hukuman mati untuk hubungan sesama jenis dengan anak di bawah umur atau individu rentan lainnya atau jika terdakwa terinfeksi HIV.