REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Turunnya hujan menjadi rahmat bagi setiap makhluk. Namun, siapa sangka, boleh jadi hujan yang diharapkan turunnya oleh manusia itu bisa terjadi karena keberadaan hewan-hewan. Keberadaan hewan-hewan menjadi salah satu alasan Allah SWT menurunkan hujan dari langit.
قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَانَقَصَ قَوْمٌ الْمِكْيَالَ وَالْمِيْزَانَ اِلَّا أُخِذُوْابِاالسِّنِيْنَ وَشِدَّةِ الْمَؤُوْنَةِ وَجَوْرِالسُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوْازَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ اِلَّا مُنِعُواالْقَطْرَمِنَ السَّمَاءِوَلَوْ لَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوْا.
Rasulullah ﷺ bersabda: Tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa kaum itu dengan kemarau berkepanjangan, dan beratnya beban hidup mahalnya makanan dan zalimnya penguasa atas kaum itu. Dan tidak pula suatu kaum menolak mengeluarkan zakat kecuali mereka juga di halangi turunnya hujan dari langit, tetapi jika bukan karena kasihan terhadap hewan-hewan pasti tidak akan diturunkan hujan (lihat kitab at Targib wat Tarhib)
Dari hadits tersebut dapat dipahami juga bahwa pemimpin yang zalim pada kaumnya, budaya curang dalam jual beli, serta keengganan suatu kaum membayar zakat, adalah sederet penyebab terhalangnya hujan turun ke bumi tersebut. Sehingga wilayah itu ditimpa kekeringan ekstrem yang menyengsarakan.
Oleh karena ketika turun hujan selain memanjatkan syukur kepada Allah juga dianjurkan memohon ampun kepada Allah. Sebab, boleh jadi Allah menurunkan azabnya kepada orang-orang yang bermaksiat dengan angin dan hujan lebat yang turun. Kekhawatiran seperti ini juga menyelimuti Rasulullah SAW. Sehingga kendati musim hujan turun, tidak lantas bergembira berlebihan. Namun, tetap mengingat Allah, bersyukur dan merasa takut kepada Allah.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنَا عَمْرٌو أَنَّ أَبَا النَّضْرِ حَدَّثَهُ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطُّ مُسْتَجْمِعًا ضَاحِكًا حَتَّى أَرَى مِنْهُ لَهَوَاتِهِ إِنَّمَا كَانَ يَتَبَسَّمُ وَكَانَ إِذَا رَأَى غَيْمًا أَوْ رِيحًا عُرِفَ ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ النَّاسُ إِذَا رَأَوْا الْغَيْمَ فَرِحُوا رَجَاءَ أَنْ يَكُونَ فِيهِ الْمَطَرُ وَأَرَاكَ إِذَا رَأَيْتَهُ عُرِفَتْ فِي وَجْهِكَ الْكَرَاهِيَةُ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ مَا يُؤَمِّنُنِي أَنْ يَكُونَ فِيهِ عَذَابٌ قَدْ عُذِّبَ قَوْمٌ بِالرِّيحِ وَقَدْ رَأَى قَوْمٌ الْعَذَابَ فَقَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا
Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Shalih] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Wahb] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Amru] bahwa [Abu An Nadhr] menceritakan kepadanya dari [Sulaiman bin Yasar] dari ['Aisyah Radliallahu 'Anha] istri Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, ia berkata, "Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tertawa terbahak bahak hingga terlihat tekaknya, Biasanya beliau hanya tersenyum. Jika beliau melihat awan mendung atau angin, semua itu terlihat dari raut mukanya (yakni beliau bersedih). Aku lalu bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, orang-orang jika melihat awan mendung, mereka berbahagia karena mengharap akan mendapatkan hujan. Tetapi, jika engkau melihat awan mendung maka aku melihat tanda kegelisahan dari raut wajahmu?" beliau menjawab: "Wahai 'Aisyah, aku tidak merasa aman. Karena di dalamnya terkandung azab; suatu kaum pernah disiksa oleh Allah dengan angin, dan kaum lain saat melihat siksa itu justu berkata, "Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita" (HR. Abu Daud).
Lihat halaman berikutnya >>>