REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Bidang Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Dr dr Ikhwan Rinaldi mengatakan, kualitas pelayanan kanker perlu ditingkatkan. Caranya dengan mengendalikan kasus kanker dengan pusat kanker komprehensif.
Menurut dia, hampir sepertiga hingga setengah kasus kanker di Indonesia sebenarnya dapat dicegah. Hal itu apabila masyarakat mendapat pemahaman yang baik mengenai faktor risiko kanker dan perkembangan intervensi pencegahan kanker.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun merekomendasikan setiap negara agar memiliki rencana pengendalian kanker nasional yang berfokus pada equity dan akses. Hal itu mencakup aspek pencegahan, skrining, diagnosis, pengobatan, survivorship, serta perawatan paliatif.
"Rekomendasi ini dapat dilaksanakan melalui pusat komprehensif kanker," ujar Prof Ikhwan dalam acara pengukuhan guru besarnya di Aula FKIUI Salemba, Jakarta Pusat, Sabtu (14/10/2023).
Menurut dia, pusat kanker komprehensif merupakan pusat kekuatan rencana pengendalian kanker nasional. Nantinya, tugasnya adalah untuk mengembangkan pendekatan inovatif dalam pencegahan, diagnosis, dan pengobatan kanker.
Misi utama dari pusat kanker komprehensif adalah mengurangi insidens kanker dan meningkatkan kualitas hidup serta tingkat kelangsungan hidup. Ikhwan menyebut, terdapat tiga area utama dalam perawatan kanker, yaitu penelitian, perawatan klinis, dan pendidikan.
Dalam perawatan klinis, sambung dia, pasien kanker memerlukan perawatan multidisiplin untuk mencapai hasil yang optimal. Perawatan multidisiplin memerlukan peran para klinisi yang tergabung dalam tim multidisiplin onkologi untuk berpartisipasi langsung dalam perawatan pasien.
Tim onkologi akan mengadakan pertemuan rutin yang bisa disebut sebagai tumor board meeting, untuk mendiskusikan pilihan diagnostik dan/atau terapeutik. Selain itu, juga penanganan terbaik untuk setiap pasien.
Ikhwan menyatakan, pembentukan tim multidisiplin onkologi dapat menjalankan perannya dengan baik, tidak terlepas dari pendidikan interprofesional yang membentuk profesional kesehatan dengan keahlian sesuai bidangnya. Selain itu, mampu berkolaborasi dengan ahli dari bidang lain.
"Berdasar tinjauan Best Medical Education (BEME), pengembangan fakultas, penyiapan fasilitator, refleksi terhadap praktik peserta didik, serta pedagogi. berperan penting dalam pembelajaran interprofesional," ucap Ikhwan.
Dia menganggap, mahasiswa FK yang akan menjadi dokter umum, harus bersiap dengan kompetensi paripurna dalam menghadapi tantangan beban kanker pada masa depan. Pasalnya, mereka akan bekerja di layanan primer dan residen spesialis penyakit dalam serta residen disiplin lain yang berhubungan dengan pelayanan kanker.
"Agar dapat memastikan peserta didik memiliki kompetensi yang cukup, diperlukan instrument assessment yang memadai. Entrustable professional activit, merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk menilai kompetensi peserta didik," kata Ikhwan.