Selasa 31 Oct 2023 14:33 WIB

Sudah Bukan Zamannya! UGM Bakal Buat SOP Khusus Larangan Dosen Killer

Pihak UGM menyebut saat sudah tidak ada tempat bagi dosen galak di kampus

Rep: Febianto Adi Saputro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM, Wening Udasmoro menyampaikan sambutannya di depan perwakilan 12 perguruan tinggi di Asia membahas tentang Critical Island Studies di Fakultas Ilmu Budaya UGM, Ahad (1/10/2023).
Foto: Humas UGM
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM, Wening Udasmoro menyampaikan sambutannya di depan perwakilan 12 perguruan tinggi di Asia membahas tentang Critical Island Studies di Fakultas Ilmu Budaya UGM, Ahad (1/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Menyikapi isu mengenai kesehatan mental serta menciptakan suasana belajar yang nyaman bagi mahasiswanya, Universitas Gadjah Mada (UGM) akan melarang dosen keras atau dikenal dengan sebutan dosen killer. 

Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM, Wening Udasmoro mengatakan pihak kampus akan segera membuat aturannya. 

"Kami akan membuat SOP terkait hal tersebut," kata Wening kepada Republika, Selasa (31/10/2023)

Isu kesehatan mental jadi isu yang disoroti banyak pihak, terutama kesehatan mental di kalangan mahasiswa . Karena itu untuk mengantisipasi kerentanan mental di kalangan remaja dan mahasiswa, maka UGM membuat langkah mitigasi. Ia menambahkan, UGM juga telah melakukan sosialisasi terkait larangan dosen killer tersebut. 

"Pelan-pelan secara verbal sudah disosialisasikan dan justru diinisiasi oleh para wakil dekan," ucapnya. 

Wening sebelumnya dalam sebuah diskusi menyebut bahwa kerentanan kesehatan mental di kalangan mahasiswa sebagai fenomena gunung es yang perlu dimitigasi secara nasional. Dirinya melihat solusi persoalan tersebut dapat dilakukan dari berbagai sisi.

"Secara individu ada penguatan dari keluarga, institusi-institusi pendidikan terkait dengan kami di UGM, negara, dan saya kira harus secara komprehensif, harus ada betul-betul mitigasi yang komprehensif dari negara," ungkapnya. 

Ia menyebut persoalan kesehatan mental lebih banyak berasal dari keluarga daripada kampus. Meski begitu, persoalan-persoalan itu tetap menjadi perhatian pihak kampus di UGM.

"Dosen yang kalau zaman dulu yang galak, ini sekarang nggak boleh lagi di UGM. Kami sangat concern dengan ini. Jadi kami mempromosikan memang betul-betul suasana yang nyaman,” ucap dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement