REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Konflik antara Israel dan Hamas kali ini, tidak hanya mempengaruhi lanskap geopolitik, tetapi juga memiliki efek riak di dunia digital. Sebuah tren yang mengkhawatirkan telah muncul di platform media sosial Cina, di mana komentar antisemit telah mengalami lonjakan yang signifikan.
Istilah "anti-Yahudi" telah mengalami lonjakan yang signifikan dalam pencarian dan penyebutan di platform WeChat di Cina sejak awal perang Israel-Hamas. Menurut sebuah laporan di Wall Street Journal, sentimen tersebut bahkan telah memengaruhi persepsi terhadap film "Schindler's List" pada tahun 1993, yang menggambarkan upaya seorang pengusaha Jerman untuk melindungi para pekerja Yahudinya selama Holocaust.
Film ini dibanjiri dengan umpan balik negatif di situs streaming Bilibili dan platform kritik film Douban. Beberapa kritikus telah menyatakan perubahan pandangan mereka terhadap film ini setelah melihat kejadian-kejadian yang terjadi belakangan ini.
"Dulu saya menyukai film ini, tapi sekarang film ini lebih mirip cerita tentang petani yang menyelamatkan ular," kata salah satu komentator di Bilibili.
Selain itu, berita-berita yang berkaitan dengan konflik Timur Tengah telah dibanjiri dengan komentar-komentar yang berkisar dari ancaman langsung terhadap orang Yahudi. Selanjutnya, sentimen negatif yang ditujukan kepada mereka yang membela tindakan Israel dalam konflik tersebut.
Gelombang permusuhan online ini juga telah mempengaruhi para influencer di media sosial Cina yang mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Yahudi, karena mereka telah menjadi target troll online. Kedutaan Besar Israel di Beijing, yang telah memantau situasi dengan seksama, juga terpengaruh oleh tren ini.
Latar belakang permusuhan digital ini adalah perang yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas. Cina, yang secara historis mempertahankan sikap netral dalam masalah Israel-Palestina, baru-baru ini telah mengadvokasi gencatan senjata dalam konflik tersebut.
Alasan di balik lonjakan komentar antisemit di media sosial Cina memiliki banyak sisi. Salah satu faktor yang mungkin adalah menguatnya sikap pro-Palestina di Cina selama perang Israel-Hamas, yang mungkin mempengaruhi opini publik. Pergeseran ini sangat penting, terutama mengingat niat baik Cina yang bersejarah terhadap orang Yahudi.
Tidak jelas apakah peningkatan komentar antisemit merupakan bagian dari kampanye yang diatur oleh negara di Cina atau melonjak secara organik. Menurut laporan di New York Times (NYT), tokoh-tokoh dan media terkemuka di Cina juga telah membuat pernyataan yang kontroversial.
Sebagai contoh, China Daily, surat kabar yang dikelola pemerintah, mengkritik AS atas dukungannya terhadap Israel. Hu Xijin, seorang komentator terkemuka, membuat komentar provokatif tentang Israel di media sosial, kata laporan NYT.
Sebuah lembaga penyiaran pemerintah memprakarsai sebuah diskusi yang menyatakan bahwa orang-orang Yahudi menguasai sebagian besar kekayaan AS, yang mengundang banyak komentar bernada prasangka. Shen Yi, seorang profesor terkenal, membandingkan tindakan Israel dengan kekejaman Nazi, tambah laporan NYT.
Menurut laporan NYT, para ahli percaya bahwa jika pemerintah Cina memandang komentar antisemit tersebut sebagai masalah, maka komentar-komentar tersebut akan disensor. Beberapa orang berspekulasi bahwa Cina mungkin menganggap penyebaran sentimen ini menguntungkan secara geopolitik karena mereka berusaha untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara Arab.
Cina telah secara aktif mencoba untuk meningkatkan pengaruhnya di Timur Tengah, terutama setelah AS mengurangi kehadiran militernya di wilayah tersebut. Cina berperan dalam memperbaiki hubungan antara Arab Saudi dan Iran dan telah mengusulkan solusi untuk konflik Israel-Palestina.
Sikap Cina terhadap Israel memiliki banyak sisi. Selain mengkritik Israel di media, Cina juga memandang Israel sebagai model keamanan negara. Pihak berwenang Cina telah mempelajari strategi Israel, terutama dalam kontra-terorisme. Menariknya, ketika sentimen antisemit sedang meningkat, pandangan anti-Zionis yang diungkapkan oleh umat Islam di Cina dianggap ekstremis.
Secara historis, persepsi orang Cina terhadap orang Yahudi pada umumnya positif. Namun, karena meningkatnya nasionalisme, ketidakpercayaan terhadap Barat, tantangan ekonomi, dan menjamurnya teori konspirasi di dunia maya, pandangan-pandangan ini menjadi semakin negatif, kata laporan NYT.