REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang ulama besar mazhab Syafi'i, Imam An-Nawawi, mengungkapkan bahwa Istihdad adalah mencukur bulu atau rambut kemaluan. Ia disebut Istihdad karena mencukurnya menggunakan besi, yakni pisau cukur.
Sedangkan yang dimaksud dengan ‘anah’ adalah bulu yang ada di atas kemaluan laki-laki dan sekitarnya, demikian pula dengan bulu yang ada di sekitar kemaluan wanita.
Lalu, bagaimana hukum mencukur bulu kemaluan?
Menukil buku Tafsir Wanita: Penjelasan Lengkap tentang Wanita dalam Alquran karya Syaikh Imad Zaki Al-Barudi, Al-Iraqi berkata dalam Tharh Al-Tatsrib, “Mencukur bulu kemaluan adalah mustahab (disunnahkan) secara ijma’.”
Namun, terjadi perbedaan pendapat tentang kemaluan yang disunnahkan untuk dicukur. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud adalah semua bulu yang ada di sekitar dzakar laki-laki dan kemaluan perempuan.
Sedangkan Abul Abbas bin Syuraij berkata, “Yang dimaksud adalah bulu yang ada di sekitar wilayah dubur (anus).”
Imam Nawawi berkata, “Dari semua yang disunnahkan itu, tercukuplah semua yang ada di qubul (kemaluan bagian depan) dan apa yang ada di dubur (kemaluan belakang) dan sekitarnya.”
Sementara itu, alat yang paling baik untuk mencukurnya adalah dengan menggunakan pisau cukur. Karena, menggunakan pisau akan lebih bersih. Mencukur juga bisa dilakukan dengan menggunakan gunting.
Juga benar secara sunnah jika ia dicabut atau menggunakan kapur, sehingga dia rontok dan semacamnya. Sebab dari semuanya itu, tujuan utama yang hendak diraih adalah tercapainya kebersihan.
Hanya saja Asy-Syaukani memberi catatan pada Imam An-Nawawi dalam bukunya Nail Al-Authar dengan berkata, “Saya katakan, walaupun istihdad secara pengertian bahasa adalah mencukur bulu kemaluan, namun tidak ada dalil satu pun yang menunjukkan kesunnahan mencukur bulu yang tumbuh di sekitar dubur.