REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Direktur Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Jalur Gaza, Thomas White, pada Jumat (3/11/2023), mengatakan saat ini tidak ada tempat aman di Jalur Gaza. Dia menyebut, bendera PBB pun tak bisa lagi melindungi warga Gaza dari agresi Israel.
Hal itu karena fasilitas dan bangunan PBB di sana turut dibidik dalam serangan. “Kami bahkan tidak bisa memberikan mereka keamanan di bawah bendera PBB,” kata White mengacu pada sekitar 600 ribu warga Gaza yang mencari perlindungan di gedung-gedung PBB di Jalur Gaza, termasuk sekolah, dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA.
Dia mengungkapkan, selama hampir sebulan agresi Israel ke Gaza, lebih dari 50 fasilitas PBB rusak atau hancur terimbas serangan. Sejauh ini sebanyak 38 orang tewas ketika sedang berlindung di tempat-tempat terkait.
White mengatakan, sebanyak 72 staf UNRWA juga terbunuh sejak Israel memulai kampanye serangan udaranya ke Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu.
White khawatir, jumlah warga terbunuh ketika berlindung di bangunan atau fasilitas PBB akan meningkat signifikan, terutama di Jalur Gaza bagian utara yang kini menjadi medan pertempuran utama. “Kenyataannya adalah kami kehilangan kontak dengan banyak tempat penampungan di wilayah utara,” ujarnya kepada perwakilan negara-negara anggota UNRWA dalam konferensi virtual membahas situasi kemanusiaan di Gaza.
“Mereka adalah orang-orang yang mencari perlindungan di bawah bendera PBB yang mencari perlindungan berdasarkan hukum kemanusiaan internasional. Mari kita perjelas, tidak ada tempat yang aman di Gaza saat ini,” tambah White.
Pada Jumat lalu, jet tempur Israel melancarkan serangan udara ke gerbang Rumah Sakit (RS) al-Shifa di Jalur Gaza. Konvoi ambulans yang dilaporkan hendak membawa korban luka ke gerbang penyeberangan Rafah untuk dirujuk perawatannya ke Mesir turut ditargetkan oleh jet Israel.
“Pesawat tempur Israel menembaki pintu masuk utama RS al-Shifa, selain ambulans yang berada di lokasi kejadian, yang mengakibatkan puluhan orang terbunuh dan terluka. Korbannya termasuk puluhan orang yang sakit dan terluka serta keluarga mereka, paramedis, dan pengungsi yang mencari perlindungan di sana setelah rumah mereka dibom,” tulis WAFA dalam laporannya.
Menurut beberapa sumber, terdapat 40 ribu warga Gaza yang mengungsi ke RS al-Shifa. Foto dan video dari lokasi kejadian pasca serangan udara Israel ke RS al-Shifa beredar luas di media sosial. Dalam foto dan video tersebut tampak sejumlah warga dan petugas medis tergeletak di jalanan dengan kondisi bersimbah darah. Sementara beberapa ambulans yang ditargetkan Israel dalam serangan ringsek.
Anadolu Agency, mengutip keterangan Kementerian Kesehatan Gaza mengungkapkan, sedikitnya 13 orang terbunuh dan 26 lainnya luka-luka akibat serangan Israel ke RS al-Shifa dan konvoi ambulans. Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus segera mengecam serangan ke RS al-Shifa dan konvoi ambulans yang hendak menuju Rafah.
“Sangat terkejut dengan laporan serangan terhadap ambulans yang mengevakuasi pasien di dekat rumah sakit Al-Shifa di Gaza, yang menyebabkan kematian, cedera dan kerusakan,” kata Ghebreyesus lewat akun X resminya.
Dia menekankan bahwa pasien, petugas kesehatan, fasilitas medis, dan ambulans harus dilindungi setiap saat. Hingga Jumat lalu, jumlah warga Gaza yang terbunuh sejak dimulainya agresi Israel ke wilayah tersebut pada 7 Oktober 2023 lalu telah melampaui 9.200 jiwa. Sebanyak 70 persen dari mereka adalah anak-anak, perempuan, dan lansia.
Sementara korban luka di Gaza telah menembus 22 ribu orang. Agresi Israel juga mengakibatkan lebih dari 1 juta warga Gaza terlantar dan mengungsi.