REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memanasnya konflik Israel-Palestina, kini juga mengancam industri penerbangan karena mempengaruhi biaya operasional. Indonesia National Air Carriers Association (INACA) mengungkapkan perang tersebut berdampak kepada harga minyak global dan pada akhirnya avtur juga turut menjadi imbas.
"Biaya avtur mencapai 36 persen dari total biaya operasi penerbangan atau total operating cost (TOC) sehingga naik turunnya harga avtur berpengaruh pada total TOC," kata Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja, Jumat (3/11/2023).
Belum lagi, kondisi melemahnya nilai tukar rupiah juga semakin menjadi beban untuk operasional penerbangan. Denon menyebut, kondisi tersebut menjadi tantangan yang di luar kontrol operator penerbangan.
Terkait bahan bakar pesawat, Denon mengharapkan pihak terkait dapat membantu dalam upaya memperbaiki harga avtur. Selain itu, inovasi juga perlu dilakukan salah satunya penggunaan bahan bakar berkelanjutan atau sustainable aviation fuel (SAF) di operasional pesawat.
Denon menyebut, dalam penerapan sustainable fuel, Garuda bekerja sama dengan Pertamina melakukan uji coba. "Alhamdulillah hasilnya cukup optimal. Mudah-mudahan ini merupakan satu uji coba yang nantinya bisa digunakan bukan hanya sekedar penunjang upaya kita untuk bisa melakukan dekarbonisasi tapi juga memberikan penghematan biaya bagi industri penerbangan nasional," jelas Denon.
Sebelumnya, Maskapai Garuda Indonesia mengoperasionalkan penerbangan komersil perdana menggunakan bahan bakar ramah lingkungan yakni Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau Bioavtur. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkn, uji coba penerbangan komersial menggunakan bioavtur dilakukan pada rute penerbangan Jakarta-Solo dari Bandara Internasional Soekarno Hatta menuju Adi Soemarmo pada 27 Oktober 2023.
“Kita berhasil gunakan biofuel untuk penerbangan komersial. Ini bentuk keseriusan kami, jadi tentu saja kami berharap Garuda Indonesia dipersepsikan sebagai perusahaan yang kedepankan keberlanjutan dan masa depan anak cucu kita,” tutur Irfan.
Sementara itu, Direktur Logistik dan Infrastruktur Pertamina Alfian Nasution menjelaskan, upaya pengembangan bioavtur tersebut dilakukan sebagai bagian dari komitmen Pertamina dalam mendukung tercapainya target net zero emission (NZE). Pertamina juga menginisiasi bahan bakar ramah lingkungan tersebut sejak 2010 melalui Research and Technology Innovation Pertamina dengan melakukan riset pengembangan produk dan katalis.
Pertamina SAF merupakan bahan bakar ramah lingkungan yang menggunakan campuran komponen minyak sawit dalam formula bioavtur sehingga dapat mengurangi emisi gas buang pesawat terbang. Selain itu, aspek pemanfaatan komponen minyak sawit ini dapat mendorong perkembangan industri dan ekonomi di dalam negeri.