Ahad 05 Nov 2023 20:09 WIB

Gerindra Optimistis MKMK tak Batalkan Putusan Usia Capres-Cawapres

Gerindra menilai Anwar Usman tak langgar kode etik meski paman Gibran.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman menanggapi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memingit Abdul Muhaimin Iskandar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (19/6/2023).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman menanggapi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memingit Abdul Muhaimin Iskandar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (19/6/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu final dan mengikat. Termasuk putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang membuat Gibran Rakabuming Raka dapat maju di Pilpres 2024.

Menurutnya, putusan tersebut juga tak bisa dibatalkan, meskipun Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Ketua MK Anwar Usman melanggar kode etik.

Baca Juga

"Kalau yang lainnya misalnya mempersoalkan lagi open legal policy, soal perkara pernah didaftar, dicabut, dibatalkan pencabutannya itu kan masuk dalam materi perkara. Dalam hukum ada istilah, akhir dari perdebatan hukum adalah putusan," ujar Habiburokhman di Hotel Sahid, Jakarta, Ahad (5/11/2023).

"Jadi kalau sudah diputus sudah tidak ada debat lagi dan setiap yang diputus pengadilan harus dianggap benar. Itu hal mendasar prinsip mendasar dalam bidang hukum," sambungnya menegaskan.

Di samping itu, ia sendiri yakin Anwar Usman tak melanggar kode etik dalam memutuskan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Meskipun publik menilai ada konflik kepentingan, mengingat Ketua MK itu merupakan adik ipar dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan paman dari Gibran.

Sebab, ia mengungkit hakim konstitusi Saldi Isra yang menguji Pasal 80 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Gugatan tersebut berkaitan dengan usia pensiun hakim konstitusi dari 65 tahun menjadi 70 tahun.

Padahal hal tersebut bisa saja menjadi persoalan dan melanggar asas nemo judex in causa sua atau tidak boleh ada yang menjadi hakim untuk perkaranya sendiri. Tegasnya, hakim konstitusi tidak boleh mengadili gugatan yang memiliki kepentingan terkait kepentingan langsung maupun tidak langsung.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement