Ahad 05 Nov 2023 16:01 WIB

Mantan Ketua MKMK: MKMK tak Berwenang Ubah Putusan MK

Palguna menilai Prof Jimly acapkali membuat terobosan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (tengah) bersama anggota MKMK Wahiduddin Adams (kiri) dan Bintan R. Saragih (kanan) berbincang disela sidang pendahuluan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023). Sidang pendahuluan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi yang beragendakan mendengarkan keterangan empat pelapor dari Integrity, Constitutional and Administrative Law Society, LBH Yusuf dan Zico.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (tengah) bersama anggota MKMK Wahiduddin Adams (kiri) dan Bintan R. Saragih (kanan) berbincang disela sidang pendahuluan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023). Sidang pendahuluan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi yang beragendakan mendengarkan keterangan empat pelapor dari Integrity, Constitutional and Administrative Law Society, LBH Yusuf dan Zico.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Adhoc I Gede Dewa Palguna menegaskan putusan MKMK tak bisa mengubah putusan MK. Hal semacam itu menurutnya bukan termasuk ranah kewenangan MKMK.

"MKMK memang tidak boleh memasuki putusan MK. Wewenang MKMK adalah berkenaan dengan (dugaan) pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama," kata Palguna kepada wartawan yang dikonfirmasi Republika.co.id pada Ahad (5/11/2023).

Baca Juga

Palguna menjelaskan kewenangan MKMK terbatas pada penjatuhan sanksi etik terhadap hakim MK jika terbukti melanggar. Bentuknya ada berupa sanksi ringan (teguran lisan), sanksi sedang (teguran tertulis), atau sanksi berat (pemberhentian tidak dengan hormat).

"Atau, mungkin MKMK membuat kreasi baru berkenaan dengan sanksi ini karena Prof Jimly acapkali senang membuat terobosan namun tetap berada di wilayah etik, tidak memasuki putusan MK," ujar Palguna.