REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pangan Nasional (NFA) menyampaikan, harga beras impor saat ini cenderung tinggi sehingga diperlukan upaya agar dapat menurunkan harga. Salah satunya melalui insentif Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk impor beras yang didatangkan oleh Bulog.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, Bapanas, I Gusti Ketut Astawa, berharap program tersebut dapat terealisasi untuk importasi tahun depan. Di mana, Bulog telah mendapatkan penugasan tambahan impor beras sebanyak 1,5 juta ton yang tengah diupayakan masuk 600 ribu ton akhir tahun ini dan dilanjutkan awal 2024.
"Intinya untuk impor beras diharapkan dibebaskan bea masuknya mengingat harga di luar juga sudah tinggi," kata Ketut kepada Republika, Rabu (8/11/2023).
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menjelaskan, adanya insentif tersebut diterapkan demi untuk menekan harga pengadaan dengan mempertimbangkan fluktuasi kurs dollar dan ketersediaan suplai beras di pasar global yang terbatas. "Insentifnya untuk pengadaan yang 1,5 juta ton. Ini karena kondisinya harga di luar juga cukup tinggi dan kurs dollar di dekat-dekat angka Rp 16 ribu per kg, jadi perlu dibantu," kata Arief.
Sebagai catatan, harga beras impor yang dijual Bulog dipatok sebesar Rp 10.900 per kg atau sesuai HET beras medium untuk bantuan sosial maupun operasi pasar. Adapun besaran insentif bea masuk beras sebesar Rp 450 per kg. "Ini nanti klaimnya dijadikan satu dengan klaim Bulog, supaya harga pengadaan berasnya bisa lebih baik," ujar Arief.
Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Bulog, Mokhamad Suyamto, mengatakan, di tengah situasi yang sangat sulit mendapatkan beras impor, Bulog sudah berhasil mendapatkan kontrak sebesar satu juta ton dari kuota tambahan sebanyak 1,5 juta ton. Namun, Suyamto menjelaskan, pemasukan barang impor tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan penyaluran di dalam negeri.