Senin 13 Nov 2023 15:20 WIB

Menteri Pertahanan AS dan Korsel Bahas Ancaman Keamanan dari Korut

Korut terus mengembangkan program rudal balistik dan nuklirnya.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
 Bendera Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Foto: AP Photo/Lee Jin-man
Bendera Korea Selatan dan Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Menteri pertahanan Korea Selatan (Korsel) dan Amerika Serikat bertemu untuk mendiskusikan  upaya bersama melawan ancaman dari Korea Utara (Korut). Termasuk memperluas strategis pencegahan.

Strategi tersebut, yang menyatakan AS akan menggunakan aset militer strategis, termasuk kekuatan nuklir, untuk membela sekutu-sekutunya, menjadi semakin penting. Seiring meningkatnya upaya Korut mengembangkan program rudal balistik dan nuklirnya.

Baca Juga

Pada Senin (13/11/2023) Menteri Pertahanan Korea Selatan Shin Won-sik menyambut rekannya, Lloyd Austin, pada Pertemuan Konsultatif Keamanan (SCM) tahunan. Di mana mereka juga diharapkan meninjau cetak biru masa depan aliansi tersebut.

Perang Israel-Hamas dan invasi Rusia ke Ukraina membayangi pertemuan tersebut di tengah meningkatnya kerja sama militer Pyongyang dengan Moskow dan pertanyaan mengenai dukungan Korut ke Hamas.

Pada jamuan makan malam yang ia selenggarakan untuk para peserta SCM, Ahad (12/11/2023) kemarin Presiden Korsel Yoon Suk Yeol mengatakan sekutu harus siap menghadapi segala provokasi Korut termasuk "serangan mendadak gaya Hamas".

Kantor kepresidenan Korsel mengatakan pada acara makan malam tersebut, Austin menegaskan kembali komitmen AS untuk membela Korea Selatan melibatkan seluruh kemampuan militer Amerika.

Media Korsel melaporkan para menteri pertahanan juga diperkirakan akan membahas apakah perjanjian militer yang ditandatangani kedua Korea pada tahun 2018 harus ditangguhkan. Pemerintahan Yoon menyebut perjanjian tersebut sebagai hambatan terhadap respons militer yang efektif terhadap Korut.

Perjanjian tersebut, yang disepakati di sela-sela pertemuan puncak antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Korea Selatan saat itu Moon Jae-in, menyerukan penghentian “semua tindakan permusuhan”, menciptakan zona larangan terbang di sekitar perbatasan, dan menghilangkan ranjau darat, dan pos penjagaan di Zona Demiliterisasi yang dijaga ketat.

Pertemuan antara Austin dan Shin terjadi ketika Pyongyang dituduh mengirimkan amunisi ke Rusia sebagai imbalan atas dukungan teknologi militer untuk membantu program senjata Korut.

Sebelumnya dilaporkan para kepala pertahanan dari Korea Selatan, Jepang dan Amerika Serikat juga sepakat untuk memulai skema berbagi data real-time mengenai rudal Korea Utara sesuai rencana pada bulan Desember. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement