REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam konflik Timur Tengah saat ini, badan keamanan dalam negeri Israel, yang lebih dikenal dengan huruf ISA, atau Shin Bet, memainkan peran penting. Sering dibandingkan dengan Biro Investigasi Federal AS, FBI, dan MI5 Inggris, misi utama Shin Bet adalah melawan spionase, subversi, dan sabotase.
Mereka juga berurusan dengan ekstremis Yahudi, terutama di Tepi Barat. Melindungi individu, seperti perdana menteri, dan, dalam beberapa tahun terakhir, melakukan operasi dunia maya. Direktur Shin Bet melapor langsung kepada perdana menteri.
Selama Mandat Inggris atas Palestina, dari tahun 1922 hingga 1948, Intelijen Yahudi terkonsentrasi di tangan organisasi arus utama bawah tanah Yahudi, Haganah ('Pertahanan').
Setelah kepergian Inggris dari Palestina dan lahirnya Israel, pada Mei 1948, Haganah dimasukkan ke dalam Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang baru dibentuk, dan Badan Intelijennya dibubarkan. Selanjutnya, muncul tiga badan intelijen: AMAN yang membidangi intelijen militer; Mossad, yang menangani pengumpulan intelijen asing, analisis intelijen, dan operasi rahasia; dan Shin Bet.
Meskipun tugas formal Shin Bet secara keseluruhan tetap tidak berubah, selama bertahun-tahun telah terjadi pergeseran prioritas tergantung pada ancaman yang muncul. Fokus awal organisasi ini adalah spionase blok Soviet.
Karena di antara banyak imigran Yahudi yang tiba di Israel dari blok Eropa Timur adalah mata-mata yang ditanam oleh intelijen Soviet. Tugas penting lainnya dari Shin Bet selama tahun-tahun awal berdirinya negara ini adalah memantau minoritas Arab di Israel, yaitu 150 ribu warga Arab Palestina yang tetap tinggal di Israel setelah perang tahun 1948, dan hidup di bawah rezim militer, di bawah pengawasan Shin Bet.
Menjelang Perang 1967, Shin Bet meraih kesuksesan besar, ketika agen ganda Mesir-Israel, Ri'fat al Gamal (Jacques Bitton), memberikan informasi palsu kepada Mesir tentang rencana perang Israel, dengan mengatakan bahwa Israel akan memulai dengan operasi darat.
Berdasarkan informasi ini, Mesir membuat persiapan untuk meredam serangan darat Israel, namun mereka membiarkan pesawat mereka terbuka di landasan terbuka, yang memungkinkan angkatan Udara Israel (IAF) menghancurkan seluruh angkatan udara Mesir, terutama di darat dalam waktu tiga jam setelah pecahnya permusuhan. 'Operasi Yated (Operasi Pasak)', dianggap sebagai salah satu penipuan paling luar biasa dalam sejarah intelijen Shin Bet.
Pasca perang tahun 1967 telah menjadi titik balik bagi Shin Bet, ketika fokus utamanya beralih, secara dramatis, ke front Palestina. Situasi seperti ini terus terjadi sejak saat itu.
Militer Israel IDF, yang kekurangan intelijen, kemudian meredam perlawanan orang-orang Palestina, di bawah Yasser Arafat, yang melancarkan serangan di Tepi Barat, Jalur Gaza dan Israel. Kenyataan ini menyebabkan penyebaran Shin Bet di wilayah pendudukan Palestina.
Tak lama kemudian, organisasi tersebut mulai mengumpulkan intelijen, merekrut jaringan kolaborator dari kalangan tua dan muda, kaya dan miskin, yang menyusup ke seluruh bidang kehidupan Palestina. Memasuki kota dan desa, mengeksploitasi persaingan agama, dan juga memanfaatkan tokoh-tokoh dunia bawah secara ekstensif.
Salah satu dosa besar Shin Bet adalah ketika merekrut perempuan Palestina sebagai kolaborator dengan memeras mereka, memanfaatkan kerentanan mereka sebagai anggota masyarakat tradisional Palestina. Bahkan memotret mereka dalam keadaan telanjang, dan mengancam akan menyebarkan foto-foto tersebut jika mereka gagal berkolaborasi.
Ketika serangan Palestina terhadap Israel menjadi semakin sering dan mematikan, operator Shin Bet menanggapinya dengan melampaui batas dalam upaya putus asa untuk mendapatkan informasi intelijen penting untuk menggagalkan serangan dari Palestina.
Kemudian, Perjanjian Oslo tahun 1990-an antara Israel dan PLO (Organisasi Pembebasan Palestina), menyebabkan penarikan pasukan Israel dari tanah Palestina yang diduduki, dan pada tahun 2005, di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Ariel Sharon, Israel menarik diri dari Jalur Gaza.
Penarikan diri ini, khususnya dari Jalur Gaza, berdampak buruk bagi Shin Bet, karena mereka kehilangan banyak asetnya, terutama para kolaborator Gaza. Sehingga sulit mendapatkan informasi intelijen penting.
Secara bertahap, organisasi tersebut pulih seiring dengan kemajuan teknologi yang memungkinkannya menembus sistem komunikasi Palestina dan mengumpulkan informasi penting dari sana.
Pada tahun 2006, Hamas memenangkan pemilu Palestina di Jalur Gaza. Setahun kemudian, Hamas mengambil kendali atas Jalur Gaza. Hal ini, pada gilirannya, menempatkan Hamas pada jalur yang bertentangan dengan Israel.
Di satu sisi, Israel membiarkan Hamas berkembang karena mereka melihatnya sebagai penyeimbang rezim Fatah di Tepi Barat. Di sisi lain, ada jaminan bahwa kubu Palestina yang terpecah akan gagal untuk mendirikan negara Palestina.
Sejak mengambil alih kekuasaan di Jalur Gaza, Hamas dan militer Israel IDF bentrok beberapa kali, yang kemudian dikenal sebagai pertempuran. Dalam putaran ini, Shin Bet memberikan militer intelijen penting yang memungkinkan mereka menyerang sasaran utama Hamas.
Kini, serangan mematikan Hamas di desa-desa Israel pada tanggal 7 Oktober 2023, merupakan pukulan telak bagi Shin Bet. Direktur Shin Betm Ronen Bar, mengakui bahwa pihaknya tidak dapat menghasilkan peringatan yang cukup yang memungkinkan serangan Hamas dapat digagalkan. "Akan ada waktu untuk melakukan penyelidikan. Sekarang kami bertarung," ujarnya.
Lantas apa peran Shin Bet dalam perang melawan Hamas saat ini? Bekerja sama dengan IDF, Shin Bet memberikan informasi intelijen penting mengenai aset Hamas, markas besar, senjata, gudang, yang secara sistematis dihancurkan oleh serangan udara.
Ketika pasukan Israel mulai bergerak ke Jalur Gaza untuk menghadapi Hamas, operator Shin Bet akan bergabung dengan pasukan yang bergerak maju untuk mengumpulkan informasi intelijen. Terutama tentang keberadaan para sandera Israel, yang diharapkan oleh IDF, jika informasi intelijen yang akurat tersedia, mereka dapat menyelamatkannya.
Misi Shin Bet lainnya adalah menemukan para pemimpin Hamas. Karena tujuan invasi Israel adalah untuk menggulingkan Hamas, dan untuk mencapai tujuan ini, Israel akan berusaha membunuh para pemimpin utama Hamas.
Terakhir, tepat setelah serangan Hamas, Shin Bet (bersama Mossad) membentuk pusat operasi khusus yang bertugas melacak dan membunuh anggota unit komando Hamas yang memasuki Israel dan menyerang warga Israel pada 7 Oktober.
Sumber:
https://engelsbergideas.com/notebook/a-little-history-of-shin-bet/