REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemecatan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bondowoso, Jawa Timur (Jatim) Puji Triasmoro dan Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasie Pidsus) Alexander Kristian Diliyanto Silaen dari Korps Adhyaksa bukan kasus pertama di masa kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Sedikitnya tujuh jaksa dengan posisi penting yang dipecat sejak 2020 lantaran terlibat korupsi.
Burhanuddin memastikan akan mengambil tindakan pemecatan terhadap jaksa-jaksa yang ‘main-main’ dengan kasus korupsi.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Ketut Sumedana menegaskan, Jaksa Agung marah, dan terpukul dengan prilaku jaksa yang terlibat korupsi. Apalagi, dikatakan dia, sampai terjaring operasi tangkap tangan (OTT). “Jaksa Agung menyampaikan tidak membutuhkan jaksa-jaksa yang berprilaku amoral. Kejaksaan Agung hanya membutuhkan jaksa-jaksa yang mengedepankan integritas dan profesionalitas,” ujar Ketut kepada wartawan di Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Karena itu, Ketut mengatakan Jaksa Agung sangat mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam OTT yang dilakukan terhadap tiga jaksa di Bondowoso, Rabu (15/11/2023). Kata Ketut, Jaksa Agung menyampaikan operasi yang dilakukan KPK, sangat membantu Kejaksaan Agung dalam usaha menghabisi para jaksa kotor.
“Jaksa Agung menyampaikan, siapapun jaksa yang menyalahgunakan kewenangan, melakukan tindakan tercela, apalagi menciderai kepercayaan publik, kita lakukan tindakan yang tegas. Sikat habis untuk bersih-bersih internal. Dan Jaksa Agung sangat berterimakasih kepada KPK, dan mengharapkan hal tersebut,” kata Ketut.
Ketut menerangkan, pemecatan Puji dan Alex, bukan cuma terkait jabatannya. Melainkan juga terkait dengan peran keduanya sebagai jaksa. Jaksa Agung, kata Ketut, pun melarang agar tim bantuan hukum Kejaksaan Agung memberikan pendampingan hukum terhadap dua jaksa tersebut.
Pemecatan terhadap oknum jaksa, bukan pertama kalinya dilakukan Kejagung. Sebelumnya, Kejagung juga pernas melakukan pemecatan terhadap oknum jaksa yang melakukan perbuatatan melanggar hukum. Di antaranya:
Pada Juli 2023, Jaksa Agung juga memecat tiga jaksa di Sulawesi Tenggara (Sultra) yang terlibat dalam korupsi penerimaan uang terkait kasus pengelolaan tambang ore nikel Blok Mandiodo di Konawe Utara. Kasus ini terungkap lewat penyidikan di internal Kejati Sultra dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dengan penetapan lebih dari delapan orang sebagai tersangka.
Oknum jaksa yang dipecat dalam kasus ini adalah kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra Raimel Jesaja dipecat dari jabatannya setelah mendapatkan promosi sebagai Direktur Ekonomi dan Keuangan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel). Bersama dengan Raimel, Jaksa Agung juga memecat Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidus) Kejati Sultra, dan Koordinator Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejati Sultra.
Namun Ketut tidak membeberkan nama lengkap dari dua jaksa lainnya itu. “Jadi tiga oknum jaksa sudah mendapatkan hukuman yang sangat berat. Dan saya tidak menyampaikan secara gamblang,” begitu kata Ketut, Selasa (25/7/2023).
Pada Agustus 2023, Jaksa Agung juga memecat Kejari Buleleng, Bali inisial FR. Pemecatan tersebut setelah FR ditangkap oleh tim di Jampidsus lantaran terlibat korupsi penerimaan gratifikasi senilai Rp 24,5 miliar sepanjang 2006 sampai 2019 terkait dengan proyek pengadaan buku-buku pelajaran sekolah melalui dana alokasi khusus (DAK) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pada 2020 Jaksa Agung juga memecat Jaksa Pinangki Sirnamalasari yang saat itu menjabat sebagai Kasubag Pemantauan dan Evaluasi II Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.
Jaksa Agung juga melakukan pemecatan terhadap Pinangki. Ia dipecat lantaran menerima uang 500 ribu dolar AS atau sekitar Rp 7 miliar dalam usaha menjadi makelar kasus untuk penerbitan faktwa bebas buronan korupsi cessie Bank Bali Djoko Tjandra. Kasusnya saat itu, dalam penanganan di Jampidsus.
Pinangki sempat dijatuhi pidana penjara 10 tahun oleh Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta 2021. Tetapi hasil bandingnya di Pengadilan Tinggi (PT) mengorting hukuman menjadi 4 tahun. Pada 2022, Pinangki dinyatakan bebas bersyarat.