REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamatan dengan citra satelit mengungkap jaringan situs bersejarah lebih dari 100 bangunan dari Zaman Perunggu yang tersembunyi di dataran Serbia. Diperkirakan, situs bekas pemukiman penduduk tersebut berusia lebih dari 3.000 tahun.
Dilansir laman Live Science, Rabu (22/11/2023), lokasi situs ada di tepi sungai. Para arkeolog melakukan penelitian itu karena awalnya melihat sisa-sisa semacam pagar bangunan berusia lebih dari 3.000 tahun pada tahun 2015, ketika meninjau foto-foto Google Earth.
Gambar yang diambil kala itu menunjukkan hamparan hutan belantara sepanjang 150 kilometer di sepanjang Sungai Tisza di Serbia. Lantas, para arkeolog melanjutkan penelitian tersebut. Temuan penelitian telah diterbitkan di jurnal PLOS One.
Penulis utama studi, Barry Molloy, mengatakan bangunan pemukiman itu diperkirakan berasal dari Zaman Perunggu Akhir. Zaman Perunggu adalah periode di mana masyarakat menggunakan teknik melebur tembaga dari hasil bumi dan membuat perunggu.
"Hal yang menarik tentang (situs) ini adalah kami tidak hanya mengidentifikasi keberadaan mereka dalam gambar-gambar ini, namun juga mengukur ukurannya dan bagaimana penduduknya mengatur tata ruang di dalam pemukiman mereka," kata Molloy.
Dia berpendapat, temuan penelitian yang didapat timnya di kawasan bernama Dataran Pannonia tersebut cukup unik. Sebab, dalam tinjauan arkeologi Zaman Perunggu Eropa, tidak biasanya peneliti mendapatkan tingkat detail pada begitu banyak bangunan.
Sebelumnya, lokasi tempat ditemukannya situs dianggap sebagai daerah pedalaman yang tidak digunakan untuk pemukiman. Peneliti menyimpulkan ada banyak pemukiman lagi di seluruh Eropa yang merupakan bagian dari jaringan perdagangan yang luas pada masa itu.
Selain menganalisis citra satelit, tim peneliti mengunjungi lokasi tersebut secara langsung menggunakan pesawat kecil. Mereka menemukan jejak dari lusinan bangunan tersembunyi. Sebagian besar pagar atau pembatas rumah dibangun cukup berdekatan.
Hal itu menunjukkan bahwa penghuninya memilih untuk hidup bersama sangat erat. Molloy yang merupakan profesor arkeologi di University College Dublin, Irlandia, menggambarkannya sebagai masyarakat yang kompleks dan terorganisir dengan baik.
"Hamparan tanah pucat tersebut tidak mengikuti keselarasan tertentu, namun tersebar merata, terletak beberapa puluh meter satu sama lain. Meski kami perlu melakukan penggalian untuk memastikan rinciannya, dugaan awal kami adalah bahwa ini adalah tempat di mana keluarga besar tinggal," ucap Molloy.
Ada juga garis besar dari banyak pembatas bangunan yang hampir tidak terlihat. Para arkeolog juga menemukan puing yang tersisa dari tembok dan parit, yang kemungkinan digunakan sebagai benteng untuk membantu melindungi pemukiman tersebut.
Sayangnya, itu hanya terlihat dalam gambar udara karena tanah di daerah itu telah ditimbun dan dibajak selama berabad-abad dalam bidang pertanian, termasuk pembajakan intensif pada abad ke-20. Molloy berkata, tadinya mungkin ada pagar kayu atau tembok yang mengelilingi bagian atas benteng, seperti yang ada di di situs lain di wilayah sama.
Ada beberapa petunjuk mengapa pemukiman tersebut dijaga ketat. Berdasarkan penemuan kereta pertempuran dan persenjataan di pekuburan di dekat beberapa tempat perlindungan, kemungkinan besar penduduknya "akrab dengan peperangan". Bukan perang satu sama lain, melainkan dengan dunia luar.
Tim peneliti juga menemukan banyak artefak, seperti batu gerinda yang digunakan untuk mengolah biji-bijian, pecahan tembikar, dan potongan perunggu. Ada juga peniti yang digunakan untuk mengencangkan pakaian. Penanggalan radiokarbon dari tulang-tulang hewan yang berserakan di situs tersebut menegaskan adanya pemukiman kuno di sana.
"Dihuni antara tahun 1600 hingga 1200 SM (sebelum Masehi). Kami juga menemukan potongan-potongan olesan terbakar yang menandakan bangunan di sana telah rusak akibat kebakaran," tutur Molloy.
Olesan adalah tanah yang diaplikasikan pada dinding dari batang tipis untuk membuat struktur seperti rumah di masa lalu. Namun, Molloy dan para arkeolog belum menemukan penyebab pemukiman tersebut ditinggalkan sekitar tahun 1200 SM. "Masih menjadi misteri untuk saat ini. Ada kemungkinan mereka menjadi lebih mobile dan bergerak ke tempat lain di sekitar lanskap," ungkapnya.