REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, pihaknya belum dapat memastikan kebocoran data daftar pemilih tetap (DPT) yang terjadi berasal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebab, rincian data tersebut sama dengan miliki Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Satu yang dapat dipastikan, motif pencurian data yang dilakukan oleh pelaku adalah murni urusan komersial atau ekonomi. Bukan motif politik jelang Pemilu 2024.
"Kalau motif kita berani jamin itu kepentingan komersil, karena mau diperjualbelikan," ujar Budi usai rapat kerja dengan Komisi I DPR di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Motif tersebut merupakan hasil analisis dan kesimpulan sementara dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Hal tersebut juga sudah dikoordinasikan dengan aparat penegak hukum untuk menangkap pelaku pencurian data.
"Maksudnya cuma meyakinkan bahwa ini nggak ada motif politik, ini motif bisnis. Supaya orang jangan resah dulu," ujar Budi.
Ke depan, Kemenkominfo akan meminta KPU untuk memperkuat sistem keamanan siber jelang Pemilu 2024. Tujuannya agar masyarakat juga tak mengeluarkan opini liar jika kembali terjadinya kebocoran data pemilih.
"Dalam forum ini kita tidak mau menyalahkan, sehingga kita sama-sama jaga lah, yang pasti bahwa pelakunya memang sedang diidentifikasi oleh aparat penegak hukum dan ini juga peringatan buat KPU untuk jaga sistemnya lebih baik," ujar Budi.
Komisi I DPR menyoroti secara khusus dugaan kebocoran data DPT milik KPU dalam rapat kerja dengan Budi. Tak segan, mereka mendesak KPU harus menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam dugaan kebocoran data yang kemudian diperjualbelikan itu.
Wakil Ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, Indonesia kini telah memiliki Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Dalam undang-undang tersebut, pengelola data pribadi wajib menjamin keamanan data pribadi masyarakat yang dikumpulkan dan dikelolanya.
"Bahwa sampai kecolongan ini harus bertanggung jawab ini, KPU ini. Jadi dalam hal ini yang salah adalah KPU langsung, langsung kita bisa mengatakan yang salah KPU sebagai pengelola data ini, Pemilu ya, kalau mengikuti Undang-Undang PDP," ujar Kharis dalam rapat kerja.
KPU dan lembaga lain yang menjadi pengelola data pribadi dapat terkena pidana jika benar adanya kebocoran data DPT tersebut. Di sisi lain, aparat penegak hukum juga harus bergerak dalam menyelidiki sosok peretas dan penjual data pribadi tersebut.
"Bahwa kemudian nanti harus cari siapa yang nyolong, itu iya, tapi bahwa pengelola data bertanggung jawab, menjamin keamanan," ujar Kharis.