Kamis 30 Nov 2023 18:11 WIB

Mantan Hakim Sebut Revisi UU MK Bentuk Pelemahan

Palguna menyimpulkan ada upaya mengintervensi MK lewat wacana revisi UU MK.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2020-2025 Daniel Yusmic Pancastaki Foekh (kiri) berbincang dengan mantan hakim MK I Dewa Gede Palguna (tengah) sebelum pengucapan sumpah jabatan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2020-2025 Daniel Yusmic Pancastaki Foekh (kiri) berbincang dengan mantan hakim MK I Dewa Gede Palguna (tengah) sebelum pengucapan sumpah jabatan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (7/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Dewa Gede Palguna mengkritik pedas wacana revisi Undang-Undang tentang Mahkamah Konsitusi (UU MK). Palguna menilai rencana mengubah UU MK tergolong pelemahan MK.

"Selalu yang diutak-atik adalah persoalan umur, yang tidak ada kaitannya dengan kelembagaan MK, maupun dengan kepentingan publik," kata Palguna saat dikonfirmasi pada Kamis (30/11/2023).

Baca Juga

Salah satu wacana dalam revisi UU MK menyangkut perubahan syarat batas usia minimal hakim MK dari 55 diubah menjadi 60 tahun. Palguna merasa heran dengan permasalahan umur yang tiada hendi dibahas saban revisi UU MK.

"Apa masalahnya dengan persoalan umur? Berkali-kali soal umur saja yang diubah, pertama 46 tahun, udah itu 47 tahun, habis itu 55 tahun, sekarang mau 60 tahun," ujar Palguna.

Palguna mengingatkan sebenarnya ada masalah yang lebih penting untuk dicarikan solusinya dalam revisi UU MK. Palguna mencontohkan hukum acara yang belum diatur lengkap.

"Ada hal-hal yang lebih substansial selama ini yang memerlukan perubahan di ketentuan di UU MK malah tidak disentuh," ucap Palguna.

Palguna juga menyinggung kewenangan MK yang belum maksimal terakomodasi dalam UU MK yang berlaku kini.

"Misalnya soal kewenangan yang lebih mendesak, yang perlu diberikan kepada MK dalam rangka penguatan dia sebagai pengawal konstitusi, yaitu pengawalan konkret judicial review atau constitutional question. Apalagi constitutional complain, yang tanpa perlu melakukan perubahan UUD, yang bisa dilakukan melalui perubahan UU, itu juga tidak pernah disentuh," ujar Palguna.

Sehingga Palguna menyimpulkan ada upaya mengintervensi MK lewat wacana revisi UU MK. Palguna sungguh menyayangkan revisi UU MK yang dijadikan alat politik.

"Bagi saya MK itu, ini bukan lagi pelemahan tapi sudah penghancuran (MK). Dan ini hanya digunakan sebagai alat politik saja," ujar Palguna.

Sebelumnya, DPR RI melanjutkan pembahasan revisi keempat UU MK, dan masa jabatan hakim MK jadi salah satu isu yang kemungkinan dibahas. Hal ini sudah menuai penolakan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil.

Banyak pihak merasa pembahasan revisi UU MK dipaksakan karena tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. MK sendiri menyatakan tidak tahu menahu dan menyerahkan urusan itu kepada DPR RI.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement