REPUBLIKA.CO.ID, GARUT — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut, Jawa Barat, mengakhiri masa transisi pemulihan kedua bencana kekeringan. Kini warga diminta waspada akan potensi bencana yang kemungkinan terjadi saat musim hujan.
Masa transisi pemulihan bencana kekeringan dihentikan setelah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut melaksanakan rapat evaluasi penanganan bencana kekeringan pada Jumat (1/12/2023). “Masyarakat yang kekurangan air bersih akibat kekeringan sudah tidak ada lagi,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Garut Aah Anwar.
Berdasarkan data BPBD Kabupaten Garut, wilayah yang terdampak kekeringan tersebar di 27 kecamatan. Dalam upaya membantu warga terdampak kekeringan, disalurkan bantuan air bersih sebanyak total 2.735.000 liter.
Aah mengatakan, pemerintah juga telah melakukan upaya pembangunan infrastruktur untuk penyediaan air bersih. Ia mencontohkan pembuatan sumur bor dan pemasangan pipa sambungan rumah, yang sudah selesai dilakukan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Garut.
Menurut Aah, sudah tidak ada lagi potensi bencana kekeringan hingga akhir 2023. Sebagai upaya antisipasi ke depan, kata dia, pihaknya akan memberikan sejumlah rekomendasi kepada Dinas PUPR. “Agar lokasi kemarin waktu bencana kekeringan terjadi tidak terjadi lagi pada 2024 ya. Meskipun tidak semuanya karena keterbatasan anggaran, tapi rekomendasi beberapanya bisa ditindaklanjuti,” kata Aah.
Selepas masa kekeringan, Aah meminta masyarakat mewaspadai potensi bencana saat musim hujan. “Kalau kemarin kami kekurangan air, mudah-mudahan musim hujan kita kelebihan air. Namun, kami tetap imbau masyarakat waspada,” kata Aah.
Aah pun mengimbau aparat kewilayahan untuk bersiaga mengantisipasi dan melakukan penanganan saat kejadian bencana. “Kalau hujan dengan intensitas tinggi, pimpinan di wilayah juga harus bisa mengoordinasikan masyarakat. Inventarisasi SDM (sumber daya manusia) dan peralatan. Jadi, saat terjadi bencana, semua bisa digunakan,” kata dia.