REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai seorang Muslim, Islam mengajarkan adab untuk menagih utang terutama bagi mereka yang kesulitan membayar. Dalam buku Syarah Riyadhus Shalihin jilid dua karya Imam An nawawi dijelaskan ungkapan, "Barang siapa memberikan kemudahan kepada orang dalam kesulitan, maka Allah akan memberinya kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat",
Maka itu, jika melihat orang dalam kesulitan lalu membantunya dengan memberikan kemudahan dalam urusannya itu, maka Allah akan memberikan kemudahan kepada orang yang membantunya di dunia dan di akhirat.
Sebagaimana ketika melihat seorang pria yang tidak memiliki apa-apa untuk membeli makanan dan minuman untuk keluarganya, tetapi tidak ada sesuatu yang bersifat darurat padanya, maka jika memberikan kemudahan kepadanya maka Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan di akhirat.
Termasuk yang demikian itu pula jika mencari orang-orang dalam kesulitan, maka harus memberikan kemudahan baginya dengan wajib hukumnya. Hal itu karena firman Allah Ta'ala, "Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah penangguhan sampai dia berkelapangan." (Al-Baqarah ayat 280)
Para ulama telah mengatakan, "Barangsiapa memiliki pengutang dalam kesulitan, maka haram baginya untuk meminta utang itu atau menagihnya atau mengangkat perkaranya kepada hakim, tetapi wajib baginya memberikan penangguhan."
Ada sebagian orang yang tidak takut kepada Allah dan tidak memiliki kasih sayang kepada para hamba Allah. Mereka menagih utang kepada orang-orang yang sedang dalam kesulitan dan membuat kesulitan untuk mereka.
Mereka melaporkannya kepada pihak berwajib, sehingga mereka menahan dan menyiksa serta memisahkan mereka dari keluarga dan rumahnya. Semua ini terjadi karena kezhaliman.
Kewajiban seorang qadhi jika terbukti bahwa ada unsur menyulitkan orang lain, maka wajib baginya untuk menghilangkan kezhaliman dari dirinya dan hendaknya mengatakan kepada para pengutangnya, "Engkau tidak memiliki apa-apa."
Sebagian orang yang lain jika ia...