REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memberikan sambutan di acara peringatan Dies Natalis ke-74 UGM di Grha Sabha Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (19/12/2023). Padahal di peringatan Dies Natalis tahun-tahun sebelumnya, Presiden Jokowi yang merupakan alumnus Fakultas Kehutanan UGM itu pun memberikan sambutannya.
Menurut Koordinator Staf Khusus Presiden RI, Ari Dwipayana, sebagai alumnus UGM, Presiden bangga dan mengapresiasi capaian 74 tahun UGM.
"Sebagai alumni UGM, Presiden Jokowi tentu saja ikut bangga dan mengapresiasi capaian 74 tahun UGM, yang terus berprestasi menjulang tinggi, dan tetap mengakar kuat pada nilai-nilai luhur bangsa," kata Ari, Selasa (19/12/2023).
Namun, lanjut dia, jadwal Presiden sangat padat dalam beberapa pekan terakhir ini. Mulai dari kunjungan kerja ke daerah dan juga kunjungan ke luar negeri. Bahkan Jokowi baru saja kembali dari kunjungannya ke Jepang.
"Tapi mengingat jadwal Bapak Presiden sangat padat, kunker ke daerah dan baru saja kembali ke Tanah Air dari kunjungan luar negeri, dini hari tadi," ujar Ari.
Karena itu, ia meminta agar ketidakhadiran Presiden di acara Dies Natalis UGM bisa dimaklumi. "Mohon dimaklumi, Presiden tidak bisa hadir secara fisik maupun daring pada Dies Natalis ke-74 UGM. Jadwal padat. Kan baru dini hari tadi pulang dari kunjungan ke Jepang," kata Ari.
Seperti diketahui, sebelumnya BEM KM UGM menyindir Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai alumnus UGM yang paling memalukan. Menanggapi hal itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai sindiran tersebut merupakan bagian dari demokrasi di Indonesia.
Meski demikian, ia mengingatkan adanya etika sopan santun dan budaya ketimuran yang juga perlu dilakukan.
"Ya itu proses demokrasi boleh-boleh saja. Tetapi perlu saya juga mengingatkan, kita ada etika sopan santun ketimuran," kata Jokowi di Stasiun Pompa Ancol Sentiong, Jakarta, Senin (11/12/2023).
Jokowi juga menilai kritikan tersebut merupakan hal yang biasa saja. "Ya biasa saja," ujarnya.
BEM KM UGM menobatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai alumnus UGM paling memalukan. Ketua BEM KM, Gielbran Muhammad Noor, mengatakan langkah tersebut merupakan wujud kekecewaan mahasiswa UGM.
"Ini wujud kekecewaan kita sebagai mahasiswa UGM juga bahwa sudah hampir dua periode Pak Jokowi memimpin, tapi pada kenyataannya masih banyak permasalahan fundamental yang sampai sekarang belum tuntas terselesaikan," kata Gielbran di UGM, Jumat (8/12/2023).
Gielbran mengatakan Jokowi dinilai tidak mencerminkan nilai UGM. Ia menjabarkan setidaknya ada tiga indikator Jokowi layak menyandang nominasi tersebut. Pertama, anjloknya demokrasi selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi. Kedua, di akhir jabatannya Jokowi menghendaki perpanjangan kekuasaan. Ketiga, terpampang jelasnya dinasti politik.
"Oleh karena itu saya rasa pantas menobatkan alumnus UGM paling memalukan," ucapnya.
Selain itu, BEM KM UGM juga menyoroti soal lemahnya pemberantasan korupsi. Ironisnya, di kepemimpinan Presiden Jokowi juga garda terdepan pemberantasan korupsi justru menjadi pelaku kriminal.
"Belum bicara soal kebebasan berpendapat revisi UU ITE sangat amat mudah mempermudah aktivis untuk dikriminalisasi," ungkapnya.
Tidak hanya itu, mahasiswa juga menyoroti merosotnya indeks demokrasi. Karena itu hari ini menjadi momentum penting bagi BEM KM untuk menobatkan Presiden Jokowi sebagai alumnus paling memalukan.
"Saya rasa tidak ada momentum lain selain sekarang untuk menobatkan beliau sebagai alumnus paling memalukan," kata dia.