Rabu 20 Dec 2023 15:08 WIB

Krisis di Gaza dan Hasil Kegagalan Moral

Komunitas internasional terbukti tak mampu mengakhiri penderitaan yang begitu besar.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Setyanavidita livicansera
Warga Palestina yang terluka akibat pemboman Israel di Jalur Gaza dibawa ke rumah sakit di Deir al Balah, Jalur Gaza, pada Selasa, 19 Desember 2023.
Foto: AP Photo/Adel Hana
Warga Palestina yang terluka akibat pemboman Israel di Jalur Gaza dibawa ke rumah sakit di Deir al Balah, Jalur Gaza, pada Selasa, 19 Desember 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Presiden Komite Palang Merah Internasional (ICRC) Mirjana Spoljaric mengatakan, krisis yang berlangsung di Jalur Gaza merupakan hasil kegagalan moral. Dia menyerukan Israel dan Hamas agar mencapai kesepakatan baru guna menghentikan pertempuran di Gaza.

“Saya telah berbicara tentang kegagalan moral karena setiap hari hal ini terus berlanjut adalah hari di mana komunitas internasional belum terbukti mampu mengakhiri penderitaan yang begitu besar, dan hal ini akan berdampak pada generasi tidak hanya di Gaza,” kata Spoljaric ketika memberikan keterangan pers di Jenewa, Swiss, setelah merampungkan kunjungannya ke Gaza dan Israel, Selasa (19/12/2023).

Baca Juga

Dia menyesalkan belum adanya kesepakatan penghentian pertempuran yang dicapai lagi oleh Hamas dan Israel. “Kami mendesak mereka untuk terus melakukan perundingan,” ujarnya.

Spoljaric pun merespons kritik yang disampaikan sejumlah warga Israel terkait keterlibatan ICRC dalam proses pembebasan sandera oleh Hamas ketika gencatan senjata sementara berlangsung beberapa waktu lalu. Warga Israel menilai, ICRC tidak berbuat lebih banyak untuk membebaskan sandera.

Beberapa pengguna media sosial di Israel bahkan menyamakan ICRC dengan layanan taksi daring karena hanya melakukan penjemputan terhadap para sandera. Spoljaric mengecam pernyataan yang menyamakan lembaganya dengan layanan taksi daring.

Menurutnya, komentar tersebut sangat keterlaluan. “Rekan-rekan kami mempertaruhkan nyawa dan keselamatan serta keamanan mereka selama operasi ini, dan para sandera sangat rentan ketika hal ini sedang berlangsung,” ucapnya.

Dia menegaskan, ICRC siap berperan dan membantu pembebasan sandera ketika Israel dan Hamas kembali mencapai kesepakatan. “Kami terus berbicara dengan semua pihak untuk kemudian siap mengoperasionalkan kesepakatan yang mereka capai,” kata Spoljaric.

Sementara itu Presiden Israel Isaac Herzog mengatakan, negaranya siap untuk kembali memberlakukan jeda kemanusiaan di Jalur Gaza. Namun seperti sebelumnya, jeda tersebut harus diikuti dengan pembebasan sandera-sandera oleh Hamas.

“Saya dapat menegaskan kembali fakta bahwa Israel siap untuk jeda kemanusiaan lagi dan bantuan kemanusiaan tambahan untuk memungkinkan pembebasan sandera. Tanggung jawab sepenuhnya ada pada (pemimpin Hamas di Gaza, Yahya) Sinwar dan kepemimpinan Hamas,” kata Herzog dalam pertemuan dengan duta besar dari 80 negara, Selasa kemarin, dikutip Anadolu Agency.

Pada kesempatan itu, Herzog menegaskan, Israel tidak memerangi rakyat Palestina, tapi hanya musuhnya, yakni Hamas. Belum ada komentar dari Hamas soal kesiapan Israel untuk kembali memberlakukan gencatan senjata kemanusiaan di Gaza.

Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh diagendakan mengunjungi Mesir pada Rabu (20/12/2023). Dia disebut akan mengadakan pembicaraan mengenai gencatan senjata di Jalur Gaza dan pertukaran tahanan dengan Israel.

Seorang sumber yang dekat dengan Hamas mengungkapkan, dalam lawatannya ke Mesir, Haniyeh didampingi delegasi tingkat tinggi Hamas. Nantinya mereka akan melakukan pembicaraan dengan Kepala Badan Intelijen Umum Mesir Abbas Kamel dan pejabat lainnya.

“Mereka akan membahas menghentikan agresi dan perang guna mempersiapkan kesepakatan bagi pembebasan tahanan dan berakhirnya pengepungan yang diberlakukan di Jalur Gaza,” ujar sumber yang enggan dipublikasikan identitasnya tersebut, dikutip Al Arabiya, Selasa (19/12/2023). 

Selain penghentian agresi, Haniyeh dan delegasinya disebut akan turut membahas tentang pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza. Selain itu, pulangnya para pengungsi di Gaza ke rumah mereka di wilayah utara dilaporkan bakal ikut didiskusikan.

Kunjungan Haniyeh ke Mesir akan menjadi yang kedua sejak pecahnya pertempuran di Gaza pada 7 Oktober 2023. Lawatan pertamanya ke Kairo terjadi pada awal November lalu. Selama ini Mesir dan Qatar telah menjadi mediator utama dalam perundingan antara Hamas dan Israel.

Pada 24 November hingga 1 Desember 2023 lalu, Israel dan Hamas sempat memberlakukan gencatan senjata kemanusiaan. Selama periode tersebut, kedua belah pihak melakukan pertukaran pembebasan tahanan dan sandera. Hamas membebaskan 105 sandera.

Mereka terdiri dari 80 warga Israel dan sisanya adalah warga asing. Sebagai imbalan atas pembebasan para sandera, Israel membebaskan 210 tahanan Palestina.

Pada 9 Desember 2023 lalu, Israel mengatakan Hamas masih menahan 137 sandera di Gaza. Para sandera diculik Hamas ketika melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023.

Sementara itu Hamas menolak terlibat dalam negosiasi pembebasan sandera dengan Israel sebelum agresi di Jalur Gaza dihentikan total. Hamas pun menuntut Israel mengikuti persyaratan yang diajukannya. 

sumber : REUTERS
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement