REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong Dewan Pengawas (Dewas) KPK menjatuhkan sanksi berat terhadap Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri. Firli dinilai ICW layak menerima sanksi tersebut akibat pelanggaran yang dilakukannya.
"Kami dorong sanksi yang dijatuhkan Dewas KPK adalah sanksi berat karena ada dua peristiwa pelanggaran kode etik," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Republika.co.id, Selasa (26/12/2023).
Kurnia menyebut pelanggaran kode etik pertama yaitu pertemuan dengan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Padahal politikus Nasdem itu merupakan pihak yang berperkara di KPK. "Itu jelas sekali dalam Peraturan Dewas KPK sanksinya berat," ujar Kurnia.
Pelanggaran kode etik kedua ialah tindakan Firli tidak jujur dalan mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Pelanggaran etik semacam ini memang diancam dengan sanksi ringan.
"Namun di dalam peraturan Dewas KPK disebutkan kalau ada dua perbuatan sekaligus disidangkan maka sanksi mengacu pada yang paling berat, berarti sanksi berat dalam konteks pertemuan dengan pihak berperkara," ujar Kurnia.
Kalau pun disanksi berat oleh Dewas KPK, Firli terancam dengan hukuman potong gaji dan rekomendasi pengunduran diri. "Untuk pimpinan sanksinya potong gaji dan merekomendasikan agar yang bersangkutan mengundurkan diri. Jadi nggak ada istilah PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) di KPK," ujar Kurnia.
Kurnia juga menyinggung tiga pelanggaran etik yang dilakukan Firli sepanjang berkarir di KPK kalau nantinya Dewas KPK memutuskannya bersalah. Dua sebelumnya ialah bertemu dengan pihak berperkara dan kasus penggunaan helikopter.
"Kalau besok seandainya Firli terbukti lakukan pelanggaran berat maka Firli hattrick melanggar etik selama bekerja di KPK baik ketika jadi deputi penindakan maupun pimpinan KPK," ucap Kurnia.
Diketahui, Firli melakukan manuver jelang putusan Dewas KPK. Surat pengunduran diri dikirim Firli ke Jokowi lewat Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg) pertama kali pada 18 Desember 2023. Adapun surat pengunduran diri kedua diajukan Firli pada 23 Desember 2023 karena belum disetujui Istana. Langkah ini dinilai upaya Firli kabur dari tanggungjawab etik.
Sidang putusan pelanggaran etik Firli Bahuri dijadwalkan digelar pada 27 Desember 2023. Namun di waktu bersamaan Firli bakal diperiksa Bareskrim Polri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Dewas KPK diketahui menyidangkan tiga kasus dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri. Tiga kasus tersebut ialah dugaan pertemuan dengan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, tidak jujur mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), dan menyewa rumah di kawasan elite Jalan Kertanegara Nomor 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.