Rabu 27 Dec 2023 17:54 WIB

Dewas KPK Tegaskan Firli Bahuri tak Bisa Banding Putusan Sidang Etik

Dewas KPK meminta Firli Bahuri mengundurkan diri.

Red: Agus raharjo
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK sekaligus Ketua Majelis Tumpak Hatorangan Panggabean saat sidang etik di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Rabu (27/12/2023). Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi berat terhadap Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri dan diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK.  Dewas KPK menyatakan Firli Bahuri terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku yaitu melakukan hubungan langsung maupun tidak langsung dengan dengan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK sekaligus Ketua Majelis Tumpak Hatorangan Panggabean saat sidang etik di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Rabu (27/12/2023). Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi berat terhadap Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri dan diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK. Dewas KPK menyatakan Firli Bahuri terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku yaitu melakukan hubungan langsung maupun tidak langsung dengan dengan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean menegaskan tidak ada upaya banding soal sanksi yang dijatuhkan Majelis Sidang Kode Etik KPK terhadap Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri.

"Dalam perkara etik itu tidak ada banding, tidak dikenal upaya hukum, jadi apa yang sudah diputuskan oleh Dewas itu final, jadi tidak banding tidak ada kasasi," kata Tumpak usai Sidang Kode Etik di Gedung Pusat Pendidikan Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/12/2023).

Baca Juga

Tumpak mengatakan ketidakhadian Firli juga tidak membantu yang bersangkutan dalam persidangan tersebut. Firli dianggap telah melepaskan haknya untuk memberikan pembelaan.

"Dua kali dipanggil tanpa alasan sah tidak datang, maka perkara dalam dilanjutkan tanpa kehadiran terperiksa, artinya terperiksa tidak menggunakan haknya untuk membela dirinya," ujarnya.