NEWS -- Universitas Krisnadwipayana (Unkris) melalui Satgas Anti Narkoba bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) menggelar Talkshow Kampus Bebas Narkoba (Kampus Bersinar) pada Kamis (21/12/2023). Talkshow bertema “Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Narco For Politic Demi Terwujudnya Pemilu Bersih dan Damai 2024” tersebut merupakan wujud aksi pencegahan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN) yang dilakukan Unkris.
Talkshow melibatkan peserta dari berbagai elemen mulai Satgas Anti Narkoba Unkris, Dewan Pengawas Satgas Anti Narkoba Unkris, Satgas Anti Narkoba dari universitas lain, jajaran pimpinan Unkris, UKM Unkris, hingga mahasiswa.
Dimoderatori oleh Novrita Putri SH, talkshow menghadirkan narasumber Penyuluh Narkoba Ahli Madya Deputi Bidang Pencegahan BNN Rotua Sihotang M,Si, Deputi Teknis KPU RI Eberta Kawina, Komisioner KPU Kota Bekasi Ali Syaifa AS, SIP M.Sos, dan akademisi Unkris Irjen Pol (Purn) Dr. Ali Johardi, SH, MH.
Kombes Pol. Gembong Yudha, SP, SH, MH, Kasubdit IV Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, dalam sambutan pengantarnya menyatakan, kejahatan narkoba tidak hanya melibatkan masyarakat biasa, namun juga pejabat publik, politisi juga public figure. Keterlibatan politisi dalam kasus kejahatan narkoba menjadi fenomena yang menarik untuk dibahas mengingat banyaknya politisi yang bermain pada area hitam narkoba.
“Oknum politisi ini baik sekadar simpatisan, kader, maupun pengurus partai politik,” ujar Kombes Gembong, seperti dalam siaran persnya, Rabu (27/12/2023).
Meski ada fenomena munculnya politisi dalam kasus kejahatan narkoba, Kombes Gembong menyebut sejauh ini kejahatan narkoba lebih banyak didorong oleh motif ekonomi dan upaya memperkaya diri.
“Hingga saat ini belum dapat dibuktikan hasil kejahatan narkotika yang digunakan untuk membiayai kegiatan politik, meskipun tersangka yang diamankan merupakan anggota dewan atau partai politik. Kasus-kasus narkoba cenderung pada motif ekonomi dan memperkaya diri,” jelas Kombes Gembong.
Kasus kejahatan narkoba, lanjut Kombes Gembong, lebih banyak berkaitan dengan tindak pidana umum, tindak pidana terorisme, tindak pidana pencucian uang, dan kejadian lainnya.
Meskipun demikian, Kombes Gembong menilai pentingnya upaya mencegah terjadinya narkopolitik. Di antaranya adalah deteksi dini melalui tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pemanfaatan dana kejahatan narkoba, PPATK memonitor sumber dana yang digunakan untuk kampanye, melakukan kerja sama antarstakeholder, serta menindak tegas kejahatan narkoba dan melakukan penyidikan TPPU dengan tindak pidana asal narkoba untuk memiskinkan bandar narkoba.
“Ketika menemukan oknum politisi terjerat narkoba, maka aparat jangan berhenti sebatas pengguna, tetapi perlu juga melakukan profiling mendalam terhadap caleg, berkoordinasi dengan intelijen yang memiliki database calon legislative,” tegas Kombes Gembong.
Selain itu, aparat perlu mewaspadai bahwa calon legislatif bukan hanya sebagai figure kontestasi, namun sejatinya ada pemodal yang membiayai untuk memperlancar kepentingan.
Fenomena adanya politisi yang terlibat kejahatan narkoba juga disampaikan oleh Pembina Satuan Tugas (Satgas) Anti Narkoba Unkris Irjen Pol (Purn) Dr. Ali Johardi, SH, MH. Ia mengungkapkan dalam sejumlah kasus kejahatan narkoba, terungkap adanya keterlibatan orang-orang yang berada pada area politik, mulai dari oknum anggota/kader partai politik, pengurus maupun simpatisan partai politik, hingga politisi di Gedung Parlemen. “Baik dalam kasus penggunaan narkoba maupun pengedar,” jelas dia.
Dalam kesempatan tersebut, Ali juga menekankan pentingnya pola penanganan kejahatan narkoba yang tepat dan seimbang. Dalam artian masyarakat harus sehat, jaringan edar narkoba dapat dilumpuhkan, dan penyalahguna atau pecandu pulih serta tidak relapse.
Untuk mengantisipasi narkopolitik, KPU sendiri kata Eberta Kawina, telah menetapkan aturan main sejak seseorang menjadi calon legislatif, calon kepala daerah maupun calon presiden/wapres. Selain harus sehat jasmani dan rohani, para kontestan juga harus bebas narkoba.
“Salah satu kasus narkotika dan pemilu yang viral adalah kasus tahun 2016, yang mana salah seorang bupati yang baru dilantik ditangkap karena penyalahgunaan narkoba,” kata Eberta.
Terkait sumber dana kampanye, KPU sendiri telah mengaturnya melalui Peraturan KPU Nomor 18/2023. Di mana sumber dana bisa berasal dari parpol, calon anggota legislatif, sumbangan dari pihak lain, dan APBN. Bentuk dana kampanye berupa uang, barang dan/atau jasa.
Sementara itu, Wakil Rektor 3 Unkris Dr Parbuntian Sinaga mengatakan, talkshow bertema "Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Narco For Politic Demi Terwujudnya Pemilu Bersih dan Damai 2024" menjadi bagian dari upaya Unkris ikut mengedukasi masyarakat terkait kejahatan narkoba. Munculnya politisi dalam kejahatan narkoba menjadi fenomena menarik untuk dibahas dalam forum akademik.
Talkshow ini sekaligus menjadi bagian dari upaya Unkris untuk mewujudkan kampus Unkris Bersinar. Dengan Gerakan Kampus Bebas Narkoba di mana edukasi dan kampanye bahaya narkoba dilakukan secara massif di lingkungan kampus, diharapkan dapat membentuk imunitas dan daya tangkal terhadap narkoba di kalangan sivitas akademika.
“Unkris bersinergi dengan berbagai pihak termasuk BNN terus berupaya mengedukasi masyarakat kampus terkait bahaya narkoba,” tegas Parbuntian.
Ketua Satuan Tugas Anti Narkoba Unkris Reinnel CH Loilossa menyampaikan rasa senangnya karena talkshow berjalan dengan lancar. Para narasumber memberikan pencerahan dan pemahaman yang sangat berarti terutama bagi para mahasiswa terkait adanya fenomena narco for politic.
"Ini penting, mengingat hitungan bulan, masyarakat Indonesia akan mengikuti pesta demokrasi Pemilu 2024 di mana dengan memahami materi ini, mahasiswa dapat berperan dalam upaya mewujudkan pemilu yang damai," kata Reinnel menegaskan.