REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) mengatakan bahwa sudah alamiah jika Pulau Jawa dan Sumatera menjadi dua wilayah yang diincar suaranya pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Karena, dua pulau tersebut memiliki jumlah daftar pemilih tetap (DPT) terbanyak.
Banyaknya DPT tersebut juga membuka potensi terjadinya kecurangan pada kontestasi nasional mendatang. Hal tersebutlah yang harus dapat dicegah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Jadi memang sudah alami bahwa memang dua pulau besar ini menjadi kantung suara, proporsinya terbesar di antara pulang yang lain. Sehingga pasti potensi kerawanan, termasuk kecurangan pemilu paling besar," ujar TGB di Kantor TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta, Rabu (3/1/2024).
TPN Ganjar-Mahfud sendiri sudah menyiapkan langkah mitigasi untuk mencegah potensi kecurangan tersebut. Salah satunya memperkuat tim IT yang bertugas untuk memantau dan mengawasi daerah-daerah yang diindikasikan terjadi kerawanan
Mereka juga sudah menginstruksikan seluruh elemen empat partai politik pengusung, simpatisan, dan relawan Ganjar-Mahfud untuk melaporkan jika menemukan indikasi kecurangan. Hal tersebut sangat penting bagi TPN untuk mengawasi jalannya masa kampanye.
"Ya kita tadi meng-appeal, mendesak kepada seluruh aparatur, institusi penyelenggara pemilu, termasuk penegakan hukum yang terkait dengan kepemiluan, yang nanti muaranya di MK, yuk sama-sama menjaga institusi kita," ujar TGB.
"Jangan sampai gara-gara pemilu, urusan elektoral lima tahunan kita mengorbankan institusi dan fondasi kita berbangsa," sambungnya menegaskan.
Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menjelaskan, tingkat kerawanan paling tinggi dalam pelaksanaan Pemilu 2024, ada di wilayah Papua. Menurut dia, ada persoalan lokal di Papua, seperti pemilu dengan menggunakan sistem noken yang dibutuhkan pengawasan optimal.
Selain itu menurut Bagja, ada Daerah Otonom Baru (DOB) di wilayah Papua yang perlu dukungan khusus dalam penyelenggaraan pemilu. "Kendala geografis, keamanan dan yang berkaitan dengan distribusi surat suara membuat indeks kerawanan pemilu di wilayah itu tinggi," kata Bagja di Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Papua memang memiliki kekhususan tersendiri dalam penyelenggaraan pemilu. Termasuk adanya biaya yang besar dalam pelaksanaannya.
Dia mencontohkan pada 2019 terjadi Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sebuah daerah yang memiliki 91 orang pemilih dan memakan biaya mencapai Rp 2 miliar karena transportasi ke desa tersebut hanya menggunakan helikopter. "Daerah itu berada di dalam pegunungan dan di antara dua lembah," kata dia.