REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Aditya Perdana, menilai, dalam debat capres ketiga yang dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta pada Ahad (7/1/2024) malam WIB, capres Anies Rasyid Baswedan dan Ganjar Pranowo kompak melakukan banyak serangan kepada capres Prabowo Subianto.
Aditya melihat upaya Anies dan Ganjar itu bertujuan untuk menjatuhkan elektabilitas Prabowo yang berdasarkan survei satu bulan terakhir jauh di atas keduanya. Dengan cara itu diharapkan, keduanya mampu mengejar ketertinggalan.
"Ada strategi yang diinginkan oleh dua lawannya untuk mendegradasi keunggulan yang saat ini dimiliki oleh Prabowo. Asumsinya, ada keuntungan penampilan debat dan sesudahnya untuk diharapkan berdampak terhadap polling tim 1 dan 3," kata Aditya di Jakarta, Selasa (9/1/2024).
Aditya menjelaskan, Anies dan Ganjar terlihat fokus untuk mempertanyakan atau bahkan menyerang kinerja Prabowo sebagai nenhan. Namun sebaliknya Prabowo kelihatan defensif dan cenderung tidak ingin memperdalam dan mengelaborasi berbagai pertanyaan dan data yang dianggapnya tidak akurat.
Seandainya Prabowo bisa merespons dengan pas, menurut Aditya, perdebatan kebijakan itu akan memperkaya khasanah isu penting bagi pemilih. Aditya menambahkan, secara substantif, isu-isu penting dalam debat kemarin dibicarakan dengan baik, meski belum terlalu fokus dan membicarakan arah program keberlanjutan atau perubahan.
Dia mencontohkan, capaian keberhasilan ataupun kelemahan yang dimiliki oleh Indonesia dalam diplomasi luar negeri (LN) masih belum dikembangkan dengan baik oleh semua paslon. Ketiga capres malah lebih banyak fokus membahas alutsista dan pengembangan industri pertahanan.
"Hal yang terjadi malah membicarakan etika pemerintahan, tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien dimana tentu hal ini ada di seluruh sektor pemerintahan, tidak secara khusus di isu luar negeri atau hankam," ucap Aditya.
Dia merasa bagi masyarakat yang menonton debat kemarin, ada banyak hal baru yang menarik diketahui. Misalnya, kebijakan alutsista yang membeli barang bekas dan pentingnya modernisasi alat perang. Kemudian, pentingnya kebudayaan dan kebijakan mendorong para diaspora dalam peran diplomasi.
"Ini yang menunjukkan bahwa para paslon sebenarnya sudah memiliki arah dan kebijakan yang sebenarnya sudah ada namun perlu tersosialisasikan lebih baik ke depan, semoga debat berikutnya ada hal hal menarik lainnya untuk diketahui publik dan memantapkan pilihannya nanti," kata Aditya.