Selasa 16 Jan 2024 15:00 WIB

Israel: Militer Israel akan Bebas Beroperasi di Gaza Meski Perang Usai

Hal itu bertujuan untuk melindungi warga Israel.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Setyanavidita livicansera
Pakaian digantung di kawat saat penduduk kamp pengungsi Al Nusairat dan Al Bureij menunggu untuk dievakuasi menyusul peringatan Israel akan peningkatan operasi militer di kamp-kamp di jalur Gaza, (26/12/2023)
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Pakaian digantung di kawat saat penduduk kamp pengungsi Al Nusairat dan Al Bureij menunggu untuk dievakuasi menyusul peringatan Israel akan peningkatan operasi militer di kamp-kamp di jalur Gaza, (26/12/2023)

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, meyakinkan publik bahwa Jalur Gaza akan dikontrol dan diperintah oleh rakyat Palestina ketika perang melawan kelompok Hamas berakhir. Namun, dia mengatakan, nantinya pasukan Israel akan tetap memiliki kebebasan beroperasi di wilayah tersebut.

“Rakyat Palestina tinggal di Gaza, dan oleh karena itu rakyat Palestina akan memerintahnya di masa depan. Pemerintahan Gaza di masa depan harus tumbuh dari Jalur Gaza,” kata Gallant pada konferensi pers, Senin (15/1/2024), dikutip laman Al Arabiya. Dia menambahkan, pada akhir perang, tidak akan ancaman militer lagi dari Gaza. “Hamas tidak akan bisa memerintah dan berfungsi sebagai kekuatan militer di Jalur Gaza,” ujar Gallant.

Baca Juga

Kendati demikian, Gallant pun menekankan bahwa militer Israel nantinya akan tetap memiliki “kebebasan beroperasi” di Gaza. Dia beralasan hal itu bertujuan untuk melindungi warga Israel.

Pada Ahad (14/1/2024) lalu, perang di Gaza telah memasuki hari ke-100. Sejauh ini, hampir 24 ribu warga Gaza telah terbunuh akibat agresi Israel. Sementara korban luka melampaui 56 ribu orang. Afrika Selatan (Afsel) telah melaporkan Israel ke Mahkamah Internasional (ICJ). Afsel menuduh Tel Aviv melakukan genosida di Gaza.

Persidangan dugaan genosida Israel telah dilangsungkan ICJ pada 11-12 Januari 2024 lalu. Keputusan ICJ atas kasus tersebut nantinya bersifat mengikat. Namun kemampuan ICJ untuk menegakkan atau menerapkan keputusannya sangat kecil.

Afsel pun berencana menggugat Amerika Serikat (AS) dan Inggris ke ICJ. Afsel menuduh kedua negara tersebut terlibat dalam kejahatan yang dilakukan Israel di Gaza.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement