Selasa 16 Jan 2024 20:45 WIB

Hakim Tolak Eksepsi Ayah Buron Kasus Narkoba Fredy Pratama

Fredy Pratama hingga kini masih buron.

Red: Andri Saubani
Tersangka dugaan kasus tindak pidana narkoba dihadirkan saat konfrensi pers pengungkapan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (3/10/2023). Bareskrim Mabes Polri berhasil mengungkap dan mengembangkan kasus TPPU dan TPA jaringan Fredy Pratama dengan penambahan tujuh tersangka TPPU dan mengamankan barang bukti sitaan sabu sebanyak 360.000 gram serta ekstasi 335.937 butir.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Tersangka dugaan kasus tindak pidana narkoba dihadirkan saat konfrensi pers pengungkapan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (3/10/2023). Bareskrim Mabes Polri berhasil mengungkap dan mengembangkan kasus TPPU dan TPA jaringan Fredy Pratama dengan penambahan tujuh tersangka TPPU dan mengamankan barang bukti sitaan sabu sebanyak 360.000 gram serta ekstasi 335.937 butir.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Ketua Majelis Hakim Jamser Simanjuntak menolak eksepsi dari penasihat hukum terdakwa Lian Silas, yang merupakan ayah dari burun kasus narkoba jaringan internasional Fredy Pratama, saat sidang di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (16/1/2024). Diketahui, Fredy Pratama hingga kini masih buron.

"Menyatakan menolak keberatan dari penasihat hukum terdakwa Lian Silas, memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Lian Silas," kata Jamser saat membacakan putusan sela.

Baca Juga

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan berdasarkan Pasal 69 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), penyidikan maupun penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya. Hal ini ditegaskan kembali dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-XII/2014 terhadap permohonan pengujian Pasal 69 Undang-Undang TPPU, dimana permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Ditambahkan hakim, menurut MK adalah suatu ketidakadilan apabila seseorang yang sudah secara nyata menerima keuntungan dari TPPU tidak diproses pidananya hanya karena tindak pidana asalnya belum dibuktikan lebih dahulu. Untuk itu, apabila tindak pidana asalnya tidak bisa dibuktikan lebih dahulu maka tidak menjadi halangan untuk mengadili TPPU.