Kamis 18 Jan 2024 06:25 WIB

Perubahan Iklim Laut China Selatan Berdampak pada Cuaca Secara Global

Perubahan iklim Laut China Selatan bahkan berdampak sampai Kutub Utara.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Matahari tenggelam di Lingkar Kutub Utara.
Foto: theatlantic.com
Matahari tenggelam di Lingkar Kutub Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seiring dengan ancaman pemanasan global, para peneliti berlomba untuk memahami bagaimana sistem cuaca yang kompleks dan saling berhubungan memengaruhi satu sama lain. Perubahan pola cuaca yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang terkadang bertentangan dengan model dan prediksi, menunjukkan perlunya perspektif global.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Ocean-Land-Atmosphere Research menyoroti bagaimana satu wilayah, Laut Cina Selatan, dan daerah sekitarnya memiliki dampak global pada pola cuaca.

Baca Juga

Interaksi iklim yang kompleks antara lautan, daratan, dan atmosfer di wilayah ini, termasuk Samudera Indo-Pasifik, Asia Tenggara, dan Dataran Tinggi Tibet, menyebabkan perubahan iklim yang lebih cepat di wilayah ini. Namun, pemanasan yang cepat ini mempengaruhi pola cuaca di seluruh dunia, tidak hanya di Laut Cina Selatan dan daerah sekitarnya.

"Penelitian ini berkontribusi pada pemahaman yang lebih mendalam mengenai interaksi yang kompleks dan konsekuensi dari perubahan iklim di Laut Cina Selatan dan daerah sekitarnya, yang sangat penting untuk memprediksi cuaca ekstrem di daerah ekstratropis dan untuk memitigasi dampak yang lebih luas dari perubahan iklim dalam skala global," ujar Song Yang, seorang profesor dari Sun Yat-sen University di Zhuhai, Cina.

Para peneliti berusaha untuk mempelajari ciri khas perubahan iklim di wilayah ini dan bagaimana dampaknya terhadap pola iklim regional dan global, termasuk bagaimana interaksi udara-laut di wilayah tropis dan subtropis mendorong perubahan iklim. Dengan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pola pemanasan di wilayah ini, para peneliti juga membuat proyeksi masa depan perubahan iklim di wilayah ini dan implikasi globalnya yang luas.

Salah satu ciri khas wilayah ini adalah adanya tiga sirkulasi pembalikan atmosfer berskala besar yang saling tumpang tindih yakni sirkulasi Hadley regional, sirkulasi Walker, dan sirkulasi monsoon Asia. Udara bergerak di seluruh dunia dalam pola yang dapat diprediksi. Pola-pola ini disebut sirkulasi atau sel.

Sirkulasi sangat penting dalam skala regional dan global karena mereka menghubungkan wilayah tersebut dengan dunia yang lebih luas. Sebagai contoh, pemanasan yang terjadi di wilayah monsun Pasifik barat dan Asia Selatan dapat memperburuk kekeringan di belahan bumi lainnya berkat pergerakan udara antara Pasifik dan Afrika Utara. Perubahan di Laut Cina Selatan dan daerah sekitarnya bahkan dapat berdampak pada cuaca di Kutub Utara.

"Perubahan iklim di Laut Cina Selatan dan sekitarnya sangat kompleks. Hal ini memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk tidak hanya iklim regional, tetapi juga memberikan dampak yang luas terhadap pola cuaca dan iklim di seluruh dunia," kata Yang seperti dilansir Phys, Kamis (18/1/2024).

Para peneliti yang mempelajari wilayah ini juga ingin memahami proyeksi masa depan, baik untuk Laut Cina Selatan dan daerah sekitarnya, serta bagaimana perubahan di wilayah ini akan berdampak pada perubahan iklim secara global. Tiga sirkulasi yang tumpang tindih tersebut sudah bergeser akibat perubahan iklim.

Para peneliti menunjuk pada perubahan yang diperkirakan terjadi pada sirkulasi Hadley sebagai contoh, yang merupakan sel yang menghubungkan daerah tropis dan ekstratropis. Dalam iklim yang lebih hangat, cabang sirkulasi Hadley yang naik akan menjadi lebih kuat dan lebih sempit, sementara cabang yang turun akan bergeser ke arah kutub.

Perubahan ini diperkirakan akan meningkatkan cuaca kering dan menurunkan kelembaban di wilayah ekstratropis. Seiring dengan semakin hangatnya iklim, model iklim saat ini memproyeksikan peningkatan curah hujan di Asia Selatan, Asia Timur, dan Australia bagian utara karena suhu permukaan laut yang lebih hangat, peningkatan pasokan uap air, dan sirkulasi yang saling tumpang tindih di atas Laut Cina Selatan dan wilayah sekitarnya.

Ke depannya, para peneliti akan terus mengeksplorasi keterkaitan pola cuaca di seluruh dunia dalam skala waktu yang berbeda. "Makalah ini berusaha untuk mengkatalisasi penelitian lebih lanjut, memberikan kontribusi yang berharga untuk memahami dinamika iklim di wilayah ini dan implikasi globalnya, dan pada akhirnya meningkatkan prediksi cuaca ekstrem," kata Yang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement