Senin 22 Jan 2024 02:30 WIB

Pengusaha Hotel di DIY Minta Pajak Hiburan Maksimal 20 Persen

Penerapan PBJT dinilai tanpa didahului sosialisasi serta pembahasan pelaku usaha.

Petugas menginspeksi kamar hotel di Yogyakarta, Rabu (14/7).
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Petugas menginspeksi kamar hotel di Yogyakarta, Rabu (14/7).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta pajak jasa hiburan di provinsi ini diterapkan dengan tarif yang wajar di kisaran 10 persen hingga 20 persen.

"Kalau bicara pajak sudah kewajiban kita, tapi yang wajar-wajar saja 10 sampai 20 persen itu kan wajar," kata Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono dilansir Antara.

Baca Juga

Hal itu disampaikan Deddy menanggapi penetapan pajak hiburan sebesar 40 persen hingga 75 persen yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKDP).

PHRI DIY keberatan dengan besaran pajak hiburan tersebut. Sebab rencana penerapannya tanpa didahului sosialisasi serta pembahasan bersama asosiasi pelaku usaha terkait.

Di sisi lain, sejumlah negara saat ini justru berlomba menurunkan pajak hiburan untuk menggaet lebih banyak wisatawan. "Seperti Thailand, Singapura, Filipina, mereka menurunkan pajak untuk menarik wisatawan datang ke negaranya. Selain menarik wisatawan juga beban biaya konsumen agar tidak terlalu tinggi," kata dia.

Ia khawatir penerapan pajak 40 persen–75 persen bakal berpengaruh pada animo kunjungan wisatawan sebab mereka membutuhkan jasa hiburan selain mengunjungi destinasi wisata dan menginap di hotel. "Orang berwisata itu butuh hiburan di satu destinasi entah karaoke, diskotik, atau spa. Tidak sekadar datang dan menginap di hotel maupun makan di restoran, tapi juga ada hiburan ini terkait kami," kata dia.

Karena itu, ia berharap Pemerintah Daerah (Pemda) DIY dengan kewenangan yang dimiliki tidak serta merta menerapkan pajak sesuai regulasi tersebut.

"Semoga saja pemerintah daerah DIY tidak setuju dengan kebijakan itu dan tidak menaikkan (pajak hiburan). Itu kan tergantung kebijakan pemerintah daerah," kata Deddy.

Seluruh anggota PHRI DIY telah sepakat mendorong agar pajak jasa hiburan di DIY tetap di kisaran 10 hingga 20 persen.

Pajak hiburan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Kementerian Keuangan menyatakan pemerintah daerah dapat mengatur insentif fiskal soal tarif PBJT jasa kesenian dan hiburan atau pajak hiburan. Kewenangan tersebut tertuang dalam Pasal 101 UU HKPD. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa gubernur/bupati/wali kota dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi.

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement