REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mengecam aksi pencabulan yang dilakukan oleh guru agama berinsinial HR terhadap 24 orang siswi Sekolah Dasar (SD) di Bengkulu Utara. Pelaku berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KPPPA, Nahar prihatin dengan terjadinya kasus ini. Nahar akan mendorong penyidikan yang saat ini tengah dilakukan oleh pihak kepolisian.
"Pelaku saat ini telah ditangkap dan ditahan oleh pihak kepolisian. Kami berharap pelaku dapat segera ditindak sesuai dengan peraturan yang berlaku," ujar Nahar, pada Kamis (25/1/2024).
Nahar menyampaikan perbuatan asusila ini diduga sudah dilakukan pelaku sejak Desember 2023 hingga yang terakhir pada 18 Januari 2024. Pelaku melakukan aksinya dengan modus berpura-pura membenarkan kesalahan murid perempuan saat praktik shalat. Saat itu pelaku diduga memanfaatkan kesempatan untuk menyentuh tubuh korban.
"Saat praktik pelajaran berlangsung, pelaku diduga secara sengaja menyentuh bagian-bagian sensitif anak, bahkan beberapa korban mengalami perbuatan tersebut berulang kali," ujar Nahar.
Kejadian ini terungkap setelah ada anak yang melaporkan ke orang tuanya atas kejadian pencabulan yang dialami. Alhasil pelaku dilaporkan ke kepolisian setempat.
"Korban diduga berjumlah 24 anak perempuan dari kelas 4, 5, dan 6 berusia 10-12 tahun," ujar Nahar.
Atas perbuatannya, pelaku terancam pasal 76E UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Hukuman pelaku dapat ditambah sepertiga karena tersangka merupakan pendidik dan tenaga kependidikan, menimbulkan korban lebih dari satu orang. Hal ini sesuai pasal 82 ayat (1), ayat (2) dan (4) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Tersangka juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dan tindakan berupa rehabilitasi, serta pemasangan alat pendeteksi elektronik sesuai dalam pasal 82 ayat (5) dan (6) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak