REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi internasional tentang variasi suhu di 12 gua di seluruh dunia menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat membahayakan cadangan air tawar di Bumi. Gua memungkinkan para ilmuwan untuk mengamati sistem bawah tanah yang tersebar di seluruh planet ini -sistem yang sebagian besar tidak dapat diakses oleh manusia.
Ekosistem ini merupakan rumah bagi cadangan air tawar terbesar yang tersedia untuk konsumsi manusia dan dihuni oleh organisme unik dan sangat beradaptasi, yang menjamin kualitas cadangan strategis ini untuk masa depan umat manusia dengan mendaur ulang bahan organik dan kontaminan.
Dalam penelitian yang dipublikasikan di Scientific Reports, tim peneliti internasional menganalisis lebih dari 105 ribu pengukuran suhu di gua-gua yang terletak di daerah iklim yang berbeda dan membandingkannya dengan suhu permukaan yang sesuai.
"Variasi suhu mengungkapkan tiga pola berbeda dari respon termal lingkungan bawah tanah dibandingkan dengan permukaan, yang merupakan hal baru," kata Ana Sofia Reboleira, koordinator penelitian sekaligus ahli biologi di Centre of Ecology, Evolution and Environmental Changes di University of Lisbon Portugal.
Semua variasi suhu tahunan yang tercatat di gua-gua adalah kecil -antara 0,1 derajat Celcius yang terkecil, dan 8,8 derajat Celcius yang terbesar. Namun, dalam beberapa kasus, suhu gua merefleksikan suhu permukaan dengan sedikit penundaan, dalam kasus lain variasi permukaan tercermin dengan cepat di bawah tanah. Ada juga beberapa kasus di mana ada pola terbalik: semakin tinggi suhu di permukaan, semakin rendah di dalam gua (dan sebaliknya), seperti dalam cermin termal.
"Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa suhu rata-rata di dalam gua mencerminkan suhu rata-rata di luar. Konsekuensinya adalah bahwa kenaikan suhu yang diprediksi dalam konteks perubahan iklim di permukaan akan tercermin di bawah tanah," jelas Reboleira seperti dilansir Phys, Senin (29/1/2024).
Gua dihuni oleh spesies langka dan tidak dilindungi, yang menjamin kualitas air dan beradaptasi untuk hidup di lingkungan yang sangat stabil, dengan variasi suhu yang minimal.
“Dengan demikian, konsekuensi dari peningkatan suhu benar-benar tidak dapat diprediksi dan tentu saja berbahaya bagi kualitas cadangan air tawar terbesar yang tersedia untuk konsumsi langsung,” kata dia.
Penelitian ini juga mengungkapkan adanya siklus termal harian di beberapa gua. Dalam ekosistem yang sama sekali tidak memiliki sinar matahari, organisme tidak memiliki ritme sirkadian.
"Penemuan mengejutkan ini menunjukkan siklus termal harian ini berpotensi mengendalikan ritme biologis pada organisme bawah tanah," jelas Reboleira.
Beberapa gua yang diteliti sebagai bagian dari penelitian ini merupakan hotspot global keanekaragaman hayati bawah tanah seperti Planina, di Slovenia; Viento, di Canaries; dan Vale Telheiro, yang terletak di Portugal.