Rabu 31 Jan 2024 22:05 WIB

Persiapan Panen Raya, Badan Pangan Optimistis Setop Impor Beras

Kunci ketersediaan stok beras nasional terletak pada produksi dalam negeri.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ahmad Fikri Noor
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi.
Foto: dok istimewa
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, lembaganya bersama Perum Bulog saat ini fokus memastikan ketersediaan stok pangan strategis seperti beras, terutama dalam menghadapi Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Kunci ketersediaan stok beras nasional terletak pada produksi dalam negeri yang diprediksi akan meningkat pasca-El Nino mulai mereda.

“Hari ini sekali lagi Presiden Joko Widodo berkenan untuk melakukan cek ketersediaan stok di Bulog. Pada saat yang bersamaan beliau juga meminta saya dan Pak Dirut Bulog untuk memastikan ketersediaan stok, utamanya jelang sampai lebaran. Di sini ada Pak Dirut Bulog yang tentunya bersama-sama dengan kita semua akan memastikan bahwa stok beras itu akan cukup sampai lebaran,” kata Arief dikutip dari siaran persnya, Rabu (31/1/2024).

Baca Juga

Arief menyampaikan, menurut Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS) diperkirakan produksi beras di Maret nanti dapat menyentuh angka 3,5 juta ton. Angka tersebut telah melebihi kebutuhan konsumsi nasional beras sebulan yang sejumlah 2,5 juta ton.

"Kemudian nanti di bulan Maret itu sudah mulai panen 3,5 juta ton di atas kebutuhan nasional sebesar 2,5 juta ton per bulan, sehingga pada saat itu kita akan setop impor. Kita akan setop impor dan serap beras padi lokal untuk tetap mempertahankan harga di tingkat petani itu baik," katanya.

Ia pun menampik anggapan sebagian pihak jika masuknya beras yang berasal dari pengadaan luar telah menurunkan harga gabah di tingkat petani. Menurutnya, justru Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) di Desember 2023 dinilai BPS mengalami peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.

"Jadi kalau ada yang menyampaikan harga di tingkat petani jatuh di bawah, tidak benar. Hari ini confirmed, harga di tingkat petani, NTPP itu harga terbaik itu, di tahun ini. Harga di petani tinggi, gabah di atas Rp 7.000, ada yang Rp 8.000. Kemudian di hilir karena harga gabah itu Rp 7.000, maka secara mudah harga berasnya itu dua kali lipat. Kalau Rp 8.000 berarti Rp 16 ribu, kalau Rp 7.000 berarti Rp 14 ribu," ujarnya.

Selain itu, lanjut Arief, Presiden Jokowi memerintahkan Bapanas dan Bulog untuk melanjutkan distribusi bantuan pangan untuk 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM).

"Jadi bantuan pangan beras dilaksanakan bukan karena Januari Februari Maret ini jelang Pemilu, tidak begitu. Ini dari tahun lalu pun juga sudah ada dan ini akan terus dikerjakan, sampai nanti akan terus dikerjakan karena saudara-saudara kita yang 22 juta KPM, ini memang sangat memerlukan," katanya.

Arief juga berharap dampak perekonomian terkait penguatan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola Perum Bulog. Langkah importasi terpaksa dilakukan agar pemerintah tetap punya CBP yang secured.

"Kalau kita sekarang mengimpor (beras) 2 juta ton, itu butuhnya bisa sekitar Rp 20 triliun. Kita sekarang inginnya setelah ini, kegiatan ekonominya ada di Indonesia. Kalau ini adanya di desa-desa, di tempat kita punya sentra produksi, itu akan sangat baik buat kita," kata Arief.

"Jadi yuk kita dukung bersama supaya produktivitas kita di Indonesia, bisa meng-cover kebutuhan nasional, sehingga kita jaga sama-sama ekonominya, giat ekonominya kalau ada di Indonesia keren banget," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement