REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi nirlaba Save the Children Indonesia meminta presiden dan wakil presiden yang nantinya terpilih agar memprioritaskan dan memperkuat program kesejahteraan dan perlindungan anak agar kesejahteraan dan resiliensi anak terbangun dalam menuju Indonesia Emas 2045.
"Hal-hal yang perlu menjadi perhatian dan prioritas pada 2024-2029 di antaranya kesejahteraan sosial. Peningkatan pengasuhan anak, baik dalam keluarga maupun dalam pengasuhan alternatif," kata Tata Sudrajat selaku Interim Chief of Advocacy, Campaign, Communication and Media Save the Children Indonesia dalam keterangan, di Jakarta, Sabtu (3/2/2024).
Tata Sudrajat mengatakan pola pengasuhan anak saat ini harus responsif terhadap digitalisasi dan masalah kesehatan mental. "Masalah perkawinan anak juga harus diturunkan dari 8,06 persen pada 2022, juga pemberian dispensasi kawin yang justru meningkat, menjadi 64.200 pada 2020 dari 23.100 pada 2019," katanya.
Kemudian dalam pendidikan, menurut dia, perlu peningkatan Wajib Belajar Pendidikan Nasional menjadi 13 tahun sampai SMA termasuk PAUD satu tahun, agar partisipasi pendidikan terutama SMP dan SMA naik secara nyata.
Di bidang teknologi Informasi, kata dia, diperlukan peningkatan literasi internet sehat, penguatan regulasi untuk perlindungan, dan penambahan unit siber di berbagai Polda yang merespons kejahatan anak di ranah daring.
"Di bidang kesehatan, penanganan kematian anak akibat penyakit yang dapat diatasi, peningkatan layanan kesehatan mental, dan mitigasi terhadap masalah kesehatan baru yang mengancam. Akses anak ke BPJS Kesehatan juga masih merupakan tantangan," tutur Tata Sudrajat.
Selanjutnya di bidang ketenagakerjaan, presiden dan wakil presiden terpilih diminta memperluas upaya penangan pekerja anak di sektor pertanian dan perkebunan dengan pendekatan pentahelix dan kesempatan bekerja untuk orang muda dengan disabilitas.
"Terkait inklusi, tidak boleh ada seorang pun anak yang tertinggal. Setiap anak, baik laki-laki maupun perempuan, termasuk yang disabilitas, dan berada di kelompok marjinal dan minoritas, harus mendapatkan kesetaraan akses terhadap seluruh layanan dasar," kata Tata Sudrajat.