Senin 05 Feb 2024 07:06 WIB

Studi Prediksi akan Ada Ketergantungan pada Teknologi Penyimpanan Karbon

Pemerintah dan industri dinilai akan mengandalkan teknologi penyimpanan karbon.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Pemerintah dan bisnis akan terlalu mengandalkan teknologi penghilang karbon dioksida (CO2) alih-alih menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap.
Foto: www.freepik.com
Pemerintah dan bisnis akan terlalu mengandalkan teknologi penghilang karbon dioksida (CO2) alih-alih menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi memprediksi bahwa di masa depan, pemerintah dan bisnis akan terlalu mengandalkan teknologi penghilang karbon dioksida (CO2) alih-alih menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap. Masalah ini sebagian dipicu oleh gambaran yang tidak presisi tentang konsekuensi dari pelepasan CO2 bagi manusia, ketahanan pangan, hingga ekosistem alam.

Penelitian ini menemukan, potensi penghilangan karbon dioksida yang saat ini dilaporkan oleh badan pengkaji ilmu iklim PBB, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), terlalu melebih-lebihkan jumlah penghilangan CO2 yang dapat dilakukan dengan aman dalam upaya mencapai target iklim. Khususnya bioenergi dengan penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage/CCS) serta penanaman pohon.

Baca Juga

Pemahaman ilmiah tentang cara memperlambat dan menghentikan pemanasan global telah menjadi lebih canggih dalam beberapa tahun terakhir, sehingga memungkinkan para peneliti untuk memetakan opsi-opsi penghilangan karbon dioksida terhadap risiko-risiko keberlanjutan. Untuk kemudian melihat opsi apa yang dapat memenuhi tujuan kebijakan iklim tanpa menimbulkan bahaya.

“Pemerintah dan industri mengandalkan penyebaran besar-besaran penghapusan karbon dioksida di masa depan untuk mencapai tujuan iklim Perjanjian Paris, tetapi skala yang diusulkan mengancam ketahanan pangan, hak asasi manusia, menimbulkan kerusakan serius pada ekosistem alami dan berisiko melampaui batas-batas planet dengan cara yang berpotensi tidak dapat diubah,” kata penulis utama, Alexandra Deprez dari IDDRI-Sciences Po.