Senin 05 Feb 2024 22:03 WIB

Perludem: Putusan DKPP Ujung Kekacauan Proses Administrasi Pilpres Pascaputusan MK

Perludem menilai KPU tidak profesional, Bawaslu tidak melakukan pengawasan maksimal.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito (tengah) membacakan vonis terhadap Ketua KPU Hasyim Asyari  terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Bakal Calon Wakil Presiden dalam sidang putusan di DKPP, Jakarta, Senin (5/2/2024). DKPP memvonis Hasyim Asyari dan enam komisioner KPU lainnya melanggar etik dan Hasyim diberi sanksi peringatan keras terakhir, sementara enam komisioner KPU lainnya mendapatkan peringatan karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman penyelenggara Pemilu.
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito (tengah) membacakan vonis terhadap Ketua KPU Hasyim Asyari terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Bakal Calon Wakil Presiden dalam sidang putusan di DKPP, Jakarta, Senin (5/2/2024). DKPP memvonis Hasyim Asyari dan enam komisioner KPU lainnya melanggar etik dan Hasyim diberi sanksi peringatan keras terakhir, sementara enam komisioner KPU lainnya mendapatkan peringatan karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman penyelenggara Pemilu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Manajer Program Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) teranyar merupakan ujung dari kekacauan proses administrasi pencalonan presiden pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan adanya putusan DKPP ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) semestinya bisa bergerak menelusuri pelanggaran administrasi dalam pencalonan Gibran Rakabuming Raka.

“Putusan DKPP ini adalah ujung dari kekacauan proses administrasi pencalonan presiden pascaputusan MK,” ucap Fadli kepada Republika, Senin (5/2/2024).

Baca Juga

Dia mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak profesional dan Bawaslu juga tidak melakukan pengawasan dengan maksimal sehingga ini terjadi. Dengan situasi seperti saat ini, kata Fadli, seharusnya Bawaslu bisa bergerak untuk menelusuri apakah memang ada masalah administrasi atau pelanggaran administrasi dalam pencalonan Gibran.

“Itu yang mesti diperiksa dan diuji oleh Bawaslu, dalam rangka penanganan pelanggaran administrasi. Sanksinya nanti bisa bersifat administratif. Dari peringatan, perbaikan administrasi, atau bahkan sanksi lain yang dapat dijatuhkan oleh Bawaslu,” kata dia.

Sebelumnya, DKPP memvonis Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari dan enam anggota lainnya melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pemilu 2024.

Hasyim Asy'ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir. Selain Hasyim, anggota KPU RI lainnya, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan M Afifuddin, juga dijatuhi sanksi peringatan. 

Hasyim bersama enam anggota lain KPU RI diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement