REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Wawan Mas'udi menyebut proses pemungutan suara Pemilu 2024 menjadi pertaruhan terakhir mempertahankan kualitas demokrasi di Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Sebagai pertaruhan terakhir untuk mempertahankan kualitas demokrasi, menurut dia, proses pemungutan dan penghitungan suara pada 14 Februari 2024 harus benar-benar dipastikan bersih, transparan, dan akuntabel.
"Saya kira akan menjadi upaya terakhir mempertahankan kualitas demokrasi dan ini tentu menjadi catatan sangat tebal, problem-problem proses elektoral sekarang yang sedang kita lewati," ujar Wawan dalam diskusi "Pojok Bulaksumur" di Kampus UGM, Sleman, D.I Yogyakarta, Rabu (7/2/2024).
Hal tersebut ditekankan Wawan mengingat dalam rangkaian proses Pemilu 2024 telah muncul kasus pelanggaran etika oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman disusul Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari.
"Kalau sampai itu (pelanggaran) terjadi lagi mekanisme-mekanisme yang mengarah atau praktik-praktik yang mengarah kepada kecurangan, berat kita untuk bisa mengklaim sebagai negara dengan ukuran-ukuran demokrasi meskipun itu standar," kata salah satu panelis debat pertama Pilpres 2024 ini.
Sebagai negara demokrasi terbesar pada urutan ketiga di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan India, menurut Wawan, Indonesia harus memberikan contoh dengan menghadirkan pemilu yang kredibel. Apalagi, kata dia, Indonesia saat ini adalah satu-satunya negara yang berdiri kokoh sebagai negara demokrasi di Asia Tenggara.
"Ini gangguannya sedang banyak-banyaknya ini. Kalau pemilunya ini kacau balau, sudah enggak ada negara demokratis di Asia Tenggara," ujar dia.
Wawan menuturkan, Indonesia masuk dalam kategori negara demokratis lantaran masih menjalankan serta berpegang pada ukuran-ukuran demokrasi prosedural selama beberapa tahun terakhir. "Nah, tentu ini kemudian ada pertanyaan seberapa kuat kualitas demokrasi yang kita punya," ucap dia.
Ukuran paling dasar untuk sebuah negara demokrasi, kata Wawan, yang pertama pemilu dipastikan berjalan rutin, berlangsung secara fair. Hal itu akan menghasilkan pemerintahan yang memiliki legitimasi.
"Itu tahap pertama. Kemudian tahap kedua baru mikir pemerintah yang terbentuk secara legitimate ini kemudian bisa men-deliver ukuran-ukuran kesejahteraan, perlindungan hak asasi manusia, serta pengembangan ekonomi. Ini baru disebut berkualitas," tutur Wawan Mas'udi.