Senin 12 Feb 2024 22:22 WIB

Airlangga Sebut Film Dokumenter Dirty Vote Merupakan Kampanye Hitam

Airlangga meminta masyarakat menggunakan hak pilihnya pada 14 Februari.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto dalam kampanye akbar Partai Golkar di kawasan stadion Pakansari, Kabupaten Bogor pada Rabu (7/2/2024). Rizky Surya
Foto: Republika/Rizky Suryarandika
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto dalam kampanye akbar Partai Golkar di kawasan stadion Pakansari, Kabupaten Bogor pada Rabu (7/2/2024). Rizky Surya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menilai film dokumenter berjudul "Dirty Vote" yang diluncurkan melalui kanal YouTube, Ahad (11/2/2024) adalah bentuk kampanye hitam (black campaign). "Itu kan namanya 'black movie', 'black campaign' ya kalau itu kan enggak perlu dikomentarin," kata Airlangga saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (12/2/2024).

Airlangga mengatakan bahwa film dokumenter itu disebut sebagai "black movie" karena disiarkan secara luas saat memasuki masa tenang pada 11-13 Februari 2024, sebelum hari pemungutan suara Pemilu pada Rabu, 14 Februari 2024.

Baca Juga

Menurut Airlangga, sejauh ini pemilu termasuk kampanye sudah berjalan dengan aman, tertib dan lancar. Dengan begitu, ia berharap tidak perlu memperkeruh kondisi tersebut dengan adanya kampanye hitam.

Apalagi, Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat dan India. "Kita dorong aja pemilu sesuai dengan mekanisme yang ada dan kita optimis jangan ada pemilu yang diganggu oleh hal-hal semacam itu," kata Airlangga.

Ia pun meminta agar masyarakat menggunakan hak suara mereka pada 14 Februari mendatang.

Adapun film dokumenter Dirty Vote disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono. Dalam siaran tertulisnya, Dandhy menyampaikan film itu bentuk edukasi untuk masyarakat yang pada 14 Februari 2024 akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024.

“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,” kata Dandhy.

Dia menjelaskan film itu digarap dalam waktu sekitar dua pekan, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis. Pembuatannya, dia menambahkan, melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.

Setelah siar di Youtube pada Ahad (11/2/2024), film itu saat ini telah dilihat oleh 3,2 juta akun dan dan disukai oleh 214 ribu pengguna Youtube.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement